JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat berjalan lancar tanpa friksi keras, Minggu (17/2/2013) lalu, tetapi pertarungan di partai ini masih terus berlangsung.
Hanya, semua faksi harus menunggu proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi, terutama kepastian status Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana olahraga di Hambalang, Bogor.
"Pertarungan politik bergeser pada proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Masing-masing menunggu proses hukum di KPK, yaitu kepastian apakah Anas menjadi tersangka dalam kasus Hambalang atau tidak," kata Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya, di Jakarta, Senin (18/2/2013).
Sebagaimana diberitakan, Rapimnas Partai Demokrat, Minggu lalu, berjalan lancar dan menurunkan ketegangan yang sempat meninggi sebelumnya.
Kubu Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono maupun kubu Ketua Umum Anas Urbaningrum sama-sama sepakat untuk melakukan konsolidasi internal.
Menurut Yunarto Wijaya, dalam Rapimnas, kubu Yudhoyono dan Anas tampak memilih gencatan senjata untuk meredam gesekan selama dua pekan sebelumnya.
Masing-masing pihak menyadari, konflik terbuka dalam tubuh partai justru memicu masalah baru, bahkan semakin menurunkan elektabilitas partai.
"Namun, di balik panggung depan itu, sebenarnya masih terus berlangsung pertarungan di panggung belakang," katanya. Jika KPK menetapkan Anas sebagai tersangka, kebijakan Yudhoyono mengambil alih partai akan memperoleh pembenaran.
Namun, jika ternyata Anas tidak menjadi tersangka, pengambilalihan partai dianggap keliru dan Yudhoyono kehilangan muka, bahkan wibawanya semakin menurun. Kubu Anas semakin kuat.
"Dalam situasi ini, KPK harus bersikap profesional, independen, dan adil berdasarkan bukti-bukti hukum. Jangan sampai lembaga penegak hukum ini terjerat dalam arus politik Partai Demokrat," katanya Yunarto.
Kalaulah kemudian Anas tidak menjadi tersangka, ketegangan antara kubu-kubu di Partai Demokrat akan terus berlanjut. Masing-masing pihak akan bertarung untuk menentukan nama daftar calon legislatif sementara (DCS) dan kemudian calon presiden dan wakil presiden. Anas akan berpikir soal Kongres 2015, sementara Yudhoyono mempersiapkan posisinya pasca-tahun 2014.
"Dinamika partai dua pekan ini menunjukkan kematangan politik Anas, bahkan dibandingkan Yudhoyono. Yudhoyono bukan lagi menjadi perekat di antara faksi-faksi yang bersitegang, melainkan menjadi salah faksi itu sendiri. Itu menurunkan wibawa dirinya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.