Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Anas: Tuduhan Gratifikasi untuk Anas Gampang Dipatahkan

Kompas.com - 15/02/2013, 17:40 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa Hukum Anas Urbaningrum, Carrel Ticualu, menilai penjeratan Anas dengan kasus gratifikasi sangat mudah dipatahkan. Bahkan, menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dipermalukan jika menetapkan Anas sebagai tersangka dengan delik gratifikasi itu di tengah kisruh internal Partai Demokrat saat ini.

"Saya yakin KPK tak memiliki cukup bukti jerat Anas. Kalaupun dikenakan gratifikasi, sangat mudah dipatahkan, (dan) KPK akan dipermalukan," ujar Carrel, Jumat (15/2/2013). Berdasarkan pengakuan Anas, mobil Toyota Harrier yang diduga merupakan gratifikasi ternyata dibeli Anas dengan cara mencicil.

Kalau tetap disebut pemberian, Carrel meminta penyidik KPK menelusuri rentang waktu pemberian mobil itu dengan periode Anas sebagai anggota DPR. "Kalau itu pemberian tanggalnya kapan. Jangan dari tanggal BPKB, karena mobil baru kan BPKB baru keluar tiga bulan berikutnya. Apakah saat itu sudah jadi pejabat negara dan anggota DPR?" ucap Carrel.

Menurut Carrel, Anas hanya merupakan korban dari pembentukan opini karena popularitasnya yang cukup tinggi. Apalagi, ia menyebut Anas bisa menjadi pesaing pada 2014 mendatang. "Kalau Anas jadi tersangka dalam situasi seperti sekarang, semua orang akan tuding KPK politis dan bekerja karena tekanan tertentu," ucapnya.

Carrel berharap agar KPK, kalaupun memiliki bukti yang kuat untuk menjerat Anas, bisa melihat momentum terbaik. "Kami berharap jangan lepaskan sekarang karena unsur politiknya lebih kencang. Nantilah setelah kisruh Demokrat mereda," imbuh Carrel.

Hari ini, Jumat (15/2/2013), KPK melakukan gelar perkara lagi terkait kasus Hambalang. Status hukum Anas akan ditentukan pula dalam gelar perkara itu. Jika ternyata dinaikkan ke tahap penyidikan, maka akan ada tersangka baru dalam kasus Hambalang.

Nama Anas dalam kasus ini kerap dikaitkan dengan pemberian sebuah Toyota Harrier. Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja mengungkapkan, pengusutan indikasi dugaan penerimaan gratifikasi berupa Toyota Harrier oleh Anas sebenarnya sudah memenuhi unsur.

Hanya saja, Adnan beranggapan kalau penerimaan Harrier itu terlalu kecil bagi KPK untuk menjadikan Anas sebagai tersangka. "Kasus Harrier sudah sangat memenuhi unsur, tapi Harrier nilainya di bawah Rp 1 miliar. Saya berpendapat ini bukan level KPK," katanya.

Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, dalam kasus suap atau gratifikasi, KPK tidak terhalang batas minimal nominal. Menurut dia, batas minimal Rp 1 miliar sebuah perkara bisa ditangani KPK adalah untuk kasus dengan kerugian negara dalam perkara korupsi.

Informasi dari KPK yang diterima Kompas.com menyebutkan, bukti kepemilikan mobil itu sudah dikantongi KPK. Mobil tersebut dibeli di sebuah dealer Toyota Harrier pada November 2009 di Duta Motor Pecenongan, Jakarta Pusat. Mobil mewah berpelat nomor B 15 AUD itu diduga dibelikan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya setelah memenangi tender proyek Hambalang.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Nasional
    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Nasional
    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Nasional
    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Nasional
    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    Nasional
    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Nasional
    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Nasional
    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com