Jakarta, Kompas -
Saksi yang dihadirkan adalah Muhammad Nur, pegawai Chevron bagian Environmental Engineer yang bertugas mengurus perizinan bioremediasi, mengulas laporan pelaksanaan bioremediasi dari tim operasi lapangan, dan membantu menerima klaim masyarakat terkait perkara kerugian lingkungan.
Tugas utama Nur adalah memastikan proses pemulihan tanah terkontaminasi minyak menjadi tanah bersih tersebut baku mutunya sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003.
”Apakah di sana ada masalah bioremediasi selama Anda me-
”Lalu, apa masalah bioremediasi yang dihadapi terdakwa?” tanya Sudharmawatiningsih yang dijawab saksi tidak tahu. Hakim kemudian mengorek keterangan saksi terkait apa yang dilakukan PT Green Planet Indonesia di lokasi.
”Di situ ada alat berat yang dioperasikan Green Planet. Saya lupa kapan, tetapi pernah melihat peralatannya bekerja,” kata Nur. ”Bekerja bagaimana?” tanya Sudharmawatiningsih.
Nur menjelaskan, di situ ada pengadukan tanah di tanah yang terkontaminasi minyak yang merupakan salah satu proses penanganan bioremediasi. Tanah terkontaminasi dibawa ke penampungan atau
Hakim merasa perlu menanyakan kepastian soal kegiatan bioremediasi di lapangan karena dalam dakwaan, jaksa menyebut tak ada kegiatan sama sekali di lapangan. ”Saya pernah melihat kegiatannya, tetapi lupa waktunya,” kata Nur.
Walau demikian, Nur sebagai pengulas laporan dari tim operasi lapangan memang tak memverifikasi setiap hasil kerja karena, menurut dia, tidak diharuskan. Untuk keakuratan, ada foto lapangan dan juga analisis laboratorium pihak ketiga yang terakreditasi di Bogor.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, Waluyo Heryawan, menanyakan soal posisi Chevron dan izin bioremediasi yang dimiliki. Menurut Nur, izin bioremediasi cukup dimiliki oleh Chevron sebagai pihak yang memiliki lahan dan fasilitas bioremediasi. Sementara PT Green Planet Indonesia hanya sebatas membantu pekerjaan teknis. (AMR)