SEMARANG, KOMPAS.com -- Pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Teguh Yuwono mengatakan, SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat seharusnya tidak bisa serta merta mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat. Pengambilalihan kekuasaan mestinya dilakukan melalui kongres.
"Selama ini SBY selalu menekankan loyalitasnya terhadap negara. Kalau seperti ini justru dipertanyakan loyalitas negara di bawah partai karena sikapnya mengambil alih itu," ujarnya kepada Kompas, Rabu (13/2/2013).
Hal ini, menurutnya, justru memperlihatkan proses anjloknya demokrasi, sebab kondisi Partai Demokrat saat ini bukanlah kesalahan satu orang.
"Dalam teori politik tidak ada proses ambil alih semacam ini, dan saya pikir dalam AD ART Partai Demokrat juga tidak ada. Namun siapa yang berani dengan SBY, terlebih lagi SBY sebagai pendiri partai," tambahnya.
Ia mengatakan apa yang dilakukan SBY seharusnya tidak perlu terlalu jauh dengan melakukan take over kepemimpinan. Kondisi ini, menurutnya, justru akan membuat Partai Demokrat terkotak-kotak, sebab tidak menutup kemungkinan ada kelompok yang tidak setuju dengan SBY.
"Bisa jadi hal ini dilakukan karena SBY kesulitan untuk menendang Anas dari Demokrat. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kepercayaan publik di Pemilu 2014 mendatang ataupun pada Pilgub Jateng yang akan diselenggarakan sebentar lagi," katanya.
Di bagian lain, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Jawa Tengah mengklaim kader partainya saat ini masih solid dan terus mendukung keputusan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski begitu tidak dipungkiri jika masih ada kader yang hanya sekedar mondok atau kader kos-kosan di Partai Demokrat.
"Kami tetap solid mengamankan kebijakan baik secara teknis, semua sudah disampaikan juga ke DPC," jelas Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Tengah, Dani Sriyanto, Rabu (13/2/2013).
Adanya pihak-pihak yang tidak mendukung keputusan SBY, terutama terkait penonaktifan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, menurutnya, banyak dilakukan kelompok yang tidak tahu benar tentang Partai Demokrat.
"Kalau ada yang bilang yang dilakukan tidak sesuai AD ART, mereka itu kelompok orang-orang yang hanya 'mondok' di Partai Demokrat, 'kos-kosan' lah istilahnya begitu. Di Jateng nggak banyak," tambahnya.
Kondisi ini, kata Deni, juga tidak akan berpengaruh pada pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang akan digelar Mei mendatang. Menurutnya elektabilitas Partai Demokrat, terutama di Jawa Tengah akan kembali naik dan bisa dilihat pada bulan Maret ini.
"Dengan ini justru kita semakin solid, yakinlah itu," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.