JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio mengaku pernah menolak usulan soal proyek Hambalang saat dia menjadi anggota Komisi X DPR. Hal ini disampaikan Eko ketika memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (12/2/2013). Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
“Saya diperiksa masalah Hambalang. Saya dulu di Komisi X (mitra Kemenpora),” kata Eko di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Dia didampingi Ketua Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi. Menurut Viva, dirinya selaku pimpinan fraksi mengantarkan Eko ke KPK untuk memenuhi panggilan pemeriksaan kasus Hambalang.
“Posisi Mas Eko waktu itu menolak,” tambahnya.
Namun, baik Eko maupun Viva tidak menjelaskan lebih detail mengenai usulan apa yang pernah ditolak Eko tersebut. Saat ditanya mengenai usulan kontrak tahun jamak atau multiyears untuk anggaran Hambalang, Viva menjawab, Eko saat itu dalam posisi menolak.
“Ini Pak Eko juga bawa dokumennya,” ujar Viva.
Terkait penyidikan Hambalang, KPK hari ini memanggil sejumlah saksi lainnya. Mereka yang diperiksa hari ini adalah anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar Zulfadhli, Direktur Eksekutif Fox Indonesia Choel Mallarangeng, dan pengusaha Paul Nelwan. Sebelumnya, KPK memeriksa anggota DPR yang pernah menjadi anggota Komisi X, yakni Angelina Sondakh (Partai Demokrat), Mahyuddin (Partai Demokrat), Gede Pasek Suardika (Partai Demokrat), I Wayan Koster (PDI-Perjuangan), Primus Yustisio (Partai Amanat Nasional), Rully Chairul Azwar (Partai Golkar), dan Kahar Muzakir (Partai Golkar). Seusai diperiksa, para anggota Dewan ini rata-rata mengaku ditanya penyidik KPK seputar persetujuan anggaran Hambalang.
Mahyuddin, Rully, dan Koster mengungkapkan kalau persetujuan kontrak tahun jamak atau multiyears untuk anggaran Hambalang tidak melalui pembahasan di DPR. Menurut Koster, pembahasan usulan multiyears dilakukan di luar parlemen. Sementara menurut Mahyuddin, persetujuan itu langsung melibatkan Kementerian Keuangan, tidak perlu melalui DPR.
Meskipun demikian, menurut mereka, untuk nilai anggaran proyek, pembahasannya harus melalui DPR. Semua anggota Komisi X DPR, kata mereka, sepakat dalam menyetujui nilai anggaran Hambalang. Keterangan sedikit berbeda disampaikan Primus.
Seusai diperiksa KPK beberapa waktu lalu, Primus mengungkapkan bahwa sebagian anggota DPR semula tidak setuju dengan proyek Hambalang. Menurut Primus, pengadaan pusat pelatihan olahraga yang diusulkan pada 2010 itu tidak menjadi prioritas dibanding pelaksanaan SEA Games.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.