Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Rusli, KPK Telusuri Aliran Dana ke DPR

Kompas.com - 08/02/2013, 20:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti pada penetapan Gubernur Riau Rusli Zainal sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembangunan arena Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau. Aliran dana akan ditelusuri, termasuk ke DPR.

“Nah itu dia (aliran dana) yang kami optimalkan dan kami telusuri,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Jumat (8/2/2013) saat ditanya kemungkinan keterlibatan anggota DPR dalam kasus ini. Dia mengatakan belum dapat disimpulkan apakah akan ada tersangka baru dari kalangan anggota dewan, menyusul Rusli.

Tapi, ujar Abraham, penyidikan KPK akan mengarah pada orang-orang yang dianggap terlibat. "Terus kami awasi, kritik kami agar maksimal," ujar dia.

Informasi mengenai aliran dana ke anggota Dewan ini terungkap dalam persidangan sejumlah terdakwa kasus dugaan suap revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang PON Riau. Sejumlah saksi mengungkapkan adanya aliran dana ke anggota DPR senilai lebih dari 1 juta dolar AS. Dana itu diberikan untuk bisa meminta tambahan APBN  senilai Rp 290 miliar untuk menutup kekurangan dana pembangunan stadion utama PON.

Surat dakwaan untuk mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, yang dibacakan Oktober tahun lalu dalam persidangan dugaan korupsi penyusunan Peraturan Daerah untuk mendukung PON,  menyebutkan Rusli menerima uang senilai Rp 500 juta dan menyetujui uang suap senilai lebih dari 1 juta dolar AS kepada anggota Komisi X DPR.

Pada Oktober 2011, menurut dakwaan, Lukman melaporkan kepada Rusli bahwa proyek stadion utama PON kekurangan dana Rp 290 miliar. Dana itu diperlukan untuk membayar utang kontrak pembangunan stadion utama Rp 165 miliar dan utang kontrak infrastruktur stadion utama senilai Rp 125 miliar.

Untuk meminta tambahan dana APBN, Rusli Zainal mengajak Lukman dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau SF Haryanto bertemu Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto di ruangan Setya Novanto di Gedung DPR. Untuk memuluskan langkah itu, harus disediakan dana 1,05 juta dolar AS.

Sementara Lukman pernah mengaku menyerahkan uang 1,05 juta dolar Amerika Serika (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar Muzakir, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar. Lukman juga mengatakan, ada 12 anggota Komisi X DPR menerima bingkisan kain sarung dan uang 5.000 dolar AS dalam amplop tertutup saat mengunjungi venue PON.

Terkait penyidikan kasus dugaan suap PON Riau ini, KPK pernah memeriksa Setya dan Kahar sebagai saksi. Setya mengakui pernah bertemu dengan Rusli namun tidak pernah membahas masalah PON Riau tersebut.

Bantahan senada juga disampaikan Kahar yang mengaku tidak tahu menahu soal kasus PON Riau. Selain memeriksa anggota DPR, KPK pernah memanggil Menteri Koordinator Kesejahteraan Raykat Agung Laksono untuk mengonfirmasi keterangan Lukman tersebut.

Berita terkait dapat dibaca pula pada topik Dugaan Korupsi PON Riau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

    Nasional
    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

    Nasional
    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

    Nasional
    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    Nasional
    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Nasional
    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Nasional
    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Nasional
    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Nasional
    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Nasional
    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Nasional
    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Nasional
    Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Nasional
    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Nasional
    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com