Jakarta, Kompas
Bukan hanya kasus dugaan suap PON Riau, penanganan kasus korupsi izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman di Kabupaten Pelalawan, yang juga terkait Riau, pun ditingkatkan KPK ke tahap penyidikan. Dalam tahap penyidikan, KPK biasanya akan menetapkan seseorang yang terkait dengan kasus tersebut menjadi tersangka.
”Hasil gelar perkara pada Jumat pekan lalu akan disampaikan pada Jumat ini, apakah (Rusli) ditetapkan tersangka atau tidak,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, kemarin, di Jakarta.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, KPK telah meningkatkan kasus itu ke tahap penyidikan. ”Tetapi, belum dibuat surat perintah penyidikannya,” katanya.
Setelah ditingkatkan menjadi penyidikan, penyidik KPK akan membuat laporan kegiatan tindak pidana korupsi (LKTP) dari seseorang yang terkait perkara tersebut. Baru setelah LKTP dibuat, komisioner KPK akan menandatangani surat perintah penyidikan, yang di dalamnya menyebutkan seseorang ditetapkan menjadi tersangka, beserta dugaan pidana dan pasal-pasal yang dikenakan.
Dalam kasus Rusli, meski perkaranya telah ditingkatkan ke penyidikan, surat perintah penyidikan belum dibuat. Kemungkinan besar, Jumat pekan ini, surat perintah penyidikan itu akan ditandatangani komisioner.
Dalam kasus suap PON Riau, KPK telah menjerat 13 orang, yang terdiri dari 2 pegawai negeri sipil (PNS), 1 pegawai PT Pembangunan Perumahan, dan 10 anggota DPRD Riau. Beberapa di antaranya telah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru.
Salah satu dari dua PNS tersebut adalah mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, sejumlah nama disebut terlibat kasus ini. Lukman menyebutkan, Rusli yang mengetahui seluruh proses suap, termasuk suap 1.050.000 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 9 miliar) kepada anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar, Kahar Muzakir. Suap diberikan sebagai bagian dari upaya pencairan dana APBN untuk anggaran PON Riau senilai Rp 290 miliar.
Seusai diperiksa KPK, beberapa waktu lalu, Rusli membantah memerintahkan bawahannya memberi uang suap kepada sejumlah pihak, termasuk anggota DPRD Riau, dalam memuluskan revisi Perda No 6/2012.