Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 2 Tahun 8 Bulan, Hartati Pikir-pikir

Kompas.com - 04/02/2013, 12:23 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada pengusaha Siti Hartati Murdaya. Selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Atas putusan ini, Hartati menyatakan pikir-pikir.

"Yang Mulia, saya pikir-pikir dulu," kata Hartati, menjawab pertanyaan hakim ketua Gus Rizal, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/2/2013).

Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta dan subsider empat bulan kurungan. Sikap yang sama juga dinyatakan tim pengacara Hartati dan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Putusan

Majelis hakim menyatakan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama. Pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut merupakan "barter" karena Amran telah mendantangani surat-surat terkait perizinan lahan seperti yang diminta Hartati.

Pemberian uang direalisasikan dalam dua tahap, yakni pada 18 Juni 2012 senilai Rp 1 miliar melalui anak buah Hartati, Arim dan Yani Anshori serta pada 26 Juni sebesar Rp 2 miliar melalui Gond Sudjono dan Yani. Adapun, Yani dan Gondo sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu. Majelis Hakim menyatakan hal itu terbukti ketika Hartati bertemu Amran Batalipu di lobby Hotel Grand Hyatt pada 11 Juni 2012. Saat itu, Hartati meminta bantuan dua karyawan dan meminta diberi rekomendasi untuk Izin Usaha Perkebunan dan Hak Guna Usaha (HGU).

Setelah pertemuan tersebut, tanggal 12 Juni 2012, pegawai HIP Arim membuat surat rekomendasi atas perintah Hartati dan tanggalnya dibuat mundur menjadi tanggal 21 Mei 2012. Kemudian adanya pemberian Rp 1 miliar ke Amran pada tanggal 18 Juni 2012 jam 01.30 WITA. Disusul pada tanggal 19 Juni 2012, Amran mengeluarkan surat penolakan HGU atas tanah seluas 4.500 hektar untuk PT Sebuku. Selain itu, juga surat ke Gubernur Sulawasi Tengah perihal rekomendasi atas nama PT CCM untuk izin perkebunan lahan 4.500 hektar, dan surat ke Menteri Negara Agraria agar keluarkan izin lahan 4500 hektar atas nama PT CCM.

Hakim memiliki bukti rekaman percakapan telepon Hartati yang mengucapkan terima kasih pada Amran melalui telepon gengam Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) Totok Lestiyo pada 20 Juni. Ucapan terima kasih tersebut atas barter Rp 1 miliar dengan lahan 4500 hektar. Kemudian, saat itu Hartati kembali meminta 50000 hektar lahan dan berjanji barter dengan Rp 2 miliar.

"Dari fakta-fakta hukum terlihat bahwa tanggal 20 Juni malam hari terdakwa dengan handphone Totok, menelpon Amran mengucapkan terima kasih bahwa sudah barter lahan 4500 hektar dengan 1 kilo yang dimaksud Rp 1 miliar. Kemudian meminta 50.000 hektar lagi dengan janji barter 2 miliar dan Amran setuju," ujar hakim Made Hendra.

Pledoi (nota pembelaan) Hartati pun ditolak seluruhnya oleh majelis hakim. Hakim menilai, nota pembelaan tanpa didukung bukti yang cukup. Sebelumnya, Hartati berdalih uang Rp 3 miliar yang diberikan ke Amran tersebut bukanlah suap melainkan bantuan dana kampanye pemilihan kepala daerah (Pemilkada) Buol 2012. Saat itu, Amran tengah maju sebagai calon petahan. Hartati berkilah, pemberian uang itu tidak berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan karena, menurutnya, PT HIP sebenarnya tidak membutuhkan izin yang ditandatangani Amran seusai pemberian uang tersebut.

Dalam memutuskan perkara ini, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang dianggap meringankan hukuman Hartati. Hakim menilai Hartati berjasa dalam membangun perekonomian di Buol dan berperilaku sopan selama proses hukumnya. Sementara hal yang memberatkan, perbuatan Hartati dianggap telah mennciderai tatanan birokrasi pemerintahan yang bersih dan memberantas korupsi. Perbuatannya juga dinilai kontraproduktif sebagai pengusaha. Atas putusan tersebut, Hartati dengan wajah datar mengaku masih berpikir lebih lanjut untuk mengajukan banding atau tidak.

Puluhan pendukung Hartati yang memenuhi ruang sidang pun tampak tenang mendengar putusan hakim yang lebih ringan dari tuntutan tersebut. Seusai sidang, Hartati yang mengenakan pakaian hitam dibalut blazer berwarna krem itu langsung memasuki ruang terdakwa.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Vonis Hartati Murdaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Nasional
    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

    Nasional
    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Nasional
    Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

    Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

    Nasional
    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Nasional
    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    Nasional
    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Nasional
    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Nasional
    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

    Nasional
    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    Nasional
    'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    "Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    Nasional
    Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

    Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

    Nasional
    Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

    Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

    Nasional
    PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

    PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

    Nasional
    Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

    Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com