Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: PKS Tak Perlu Kebakaran Jenggot

Kompas.com - 01/02/2013, 12:23 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tuduhan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahwa ada skenario politik dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan kader utamanya, Luthfi Hasan Ishaaq, dinilai malah akan merugikan PKS nantinya. PKS seharusnya tahu bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bekerja berdasarkan aspek politik.

"PKS tidak perlu kebakaran jenggot dengan menuding ada konspirasi di dalam kasus yang melibatkan pemimpinnya, Luthfi Hasan," kata aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, di Jakarta, Jumat (1/3/2013).

Sebelumnya, para petinggi PKS menuding adanya skenario dalam kasus suap terkait pemberian rekomendasi kuota impor daging kepada Kementerian Pertanian yang melibatkan Luthfi. Bahkan, PKS mengaku menerima informasi adanya beberapa unsur pimpinan partai politik dan pejabat publik lain yang menjadi target operasi sejak beberapa bulan lalu.

Donal mengatakan, seharusnya PKS berterima kasih kepada KPK telah mengungkap perkara itu. Dengan demikian, PKS bisa melakukan pembersihan internal. Jika melihat dukungan publik terhadap pemberantasan korupsi, sikap PKS itu malah memperburuk jika nantinya Luthfi terbukti korupsi di pengadilan.

"Mereka harus obyektif melihat kasus ini. Jangan hanya loyal kepada pimpinan lalu menyerang membabi buta. Seharusnya para politisi PKS simpati pada pemberantasan korupsi," kata Donal.

Donal menambahkan, pihaknya tak melihat ada kejanggalan dalam penanganan perkara itu. Jika PKS mempermasalahkan uang suap senilai Rp 1 miliar yang tidak berada di tangan Luthfi, menurut Donal, hal itu bisa dibantah dengan mudah.

"Berkaca pada kasus Nazaruddin, Angelina Sondakh, mereka tidak langsung menerima uang suap. Walaupun tidak berada di lokasi, tidak serta-merta yang bersangkutan tidak terkait. Kasus suap itu bisa diterima langsung dan tidak langsung. Dalam kasus ini pakai kurir. Ini yang akan dibuktikan di sidang keterkaitannya," katanya.

Selain itu, Donal menambahkan, cepatnya penetapan tersangka Luthfi juga tak aneh. Dalam sejumlah kasus tangkap tangan yang selama ini ditangani KPK, menurut dia, proses penetapan tersangka pihak-pihak yang terlibat juga cepat. "Justru tidak aneh. Kasus-kasus tangkap tangan sebelumnya dalam 1 X 24 jam sudah ada tersangkanya," ucapnya.

Seperti diberitakan, Luthfi diduga "menjual" otoritasnya untuk memengaruhi pihak-pihak yang memiliki kewenangan terkait kebijakan impor daging tersebut. Luthfi dan orang dekatnya, Ahmad Fathanah, diduga menerima suap dari perusahaan impor daging, PT Indoguna Utama, dengan barang bukti senilai Rp 1 miliar. KPK juga menetapkan Direktur PT Indoguna Utama Juard Effendi dan Abdi Arya Effendi sebagai tersangka pemberi suap.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

    MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

    Nasional
    Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

    Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

    Nasional
    Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

    Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

    Nasional
    Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

    Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

    Nasional
    Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

    Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

    [POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

    Nasional
    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Nasional
    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Nasional
    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Nasional
    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Nasional
    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    Nasional
    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Nasional
    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Nasional
    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com