Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stranas REDD Terancam Sia-sia

Kompas.com - 29/01/2013, 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - Strategi Nasional Pengurangan Deforestasi dan Degradasi Hutan terancam tidak bisa dijalankan. Dokumen yang dikeluarkan Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ itu dinilai lemah dari sisi perundang-undangan.

Strategi Nasional Pengurangan Deforestasi dan Degradasi Hutan (Stranas REDD+) tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+. Tingkatan SK ini dinilai tidak cukup kuat menjamin penerapan di lapangan.

Posisi hukum yang lemah ini disayangkan Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global. ”Idealnya, Stranas itu ditetapkan minimal peraturan presiden (perpres),” kata Teguh Surya dari Greenpeace Indonesia pada jumpa pers di Jakarta, Senin (28/1). Perpres memayungi lintas sektor yang berada di bawah kendali Presiden.

Jumpa pers dilakukan bersama Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA). Mereka mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Iklim Global yang mendesak pemerintah agar menyelamatkan hutan tersisa di Indonesia.

”Awalnya kami harapkan Stranas ini bisa menjadi awal pengelolaan kehutanan yang bebas korupsi, transparan, dan memperbaiki tata kelola hutan Indonesia, yaitu dengan debottlenecking berbagai kendala,” kata Anggalia Putri dari HuMA.

Menurut Anggalia, kelemahan dari sisi tingkatan hukum berupa SK membuat implementasi program-program dalam Stranas akan sulit dilakukan. Alasannya, REDD+ terkait sektor kehutanan ataupun sektor kementerian lain yang kewenangannya diatur undang-undang.

Sebelumnya, sejumlah pihak menegaskan harapannya terhadap keberadaan Stranas REDD+. Salah satunya, seperti dikatakan Guru Besar Kebijakan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB Hariadi Kartodihardjo, bisa mengatasi persoalan konflik lahan terkait pengakuan hak adat (Kompas, 8/9/2012).

Namun, semua itu mensyaratkan keterkaitan antara Stranas REDD+ dan peraturan di tingkat kementerian.

Kesan dilemahkan

Teguh Surya mengatakan, isi Stranas REDD+ sebenarnya sudah mengakomodasi masukan masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil. Salah satunya ditunjukkan dengan pencantuman mekanisme safeguard yang mengedepankan hak asasi manusia maupun masyarakat adat/tradisional.

Akan tetapi, ia menyayangkan Stranas REDD+ yang secara substansi sudah baik tersebut terkesan dilemahkan. Oleh karena itu, penyusunan Stranas yang menguras energi satgas dan masyarakat sipil dan masyarakat adat ini dirasakan sia-sia.

Lebih jauh, Stranas REDD+ itu juga belum bisa dilaksanakan. Sebab, Presiden belum menandatangani draf perpres yang berisi pembentukan lembaga REDD+.

Draf itu disodorkan Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ ke Istana sejak Oktober 2012. Harapannya, sebelum tugas Satgas REDD+ berakhir pada 31 Desember 2013, lembaga itu sudah terbentuk.

Satgas REDD+ sudah diperpanjang masa tugasnya melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Keppres No 25 Tahun 2011 tentang Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+. Menurut Keppres No 5 Tahun 2013 yang ditandatangani Presiden pada 22 Januari 2013 itu, Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ bertugas hingga terbentuk Kelembagaan REDD+ paling lambat Juni 2013.

Tidak serius

Selain pelemahan Stranas REDD+, Teguh juga menengarai ketidakseriusan pemerintah mengelola hutan. Hal itu ditunjukkan dengan moratorium izin kehutanan yang akan selesai Mei 2013, yang hingga kini belum menunjukkan indikasi menggembirakan atau mencerahkan.

Sebaliknya, hutan alam masih terus terancam dikonversi menjadi perkebunan atau dialihfungsikan menjadi kawasan tambang. Ini marak di sejumlah daerah.

Moratorium yang ditetapkan melalui Inpres No 10 Tahun 2011 dan berlaku dua tahun itu juga dinilai tidak cukup memperbaiki tata kelola kehutanan Indonesia. ”Kami harapkan moratorium dilanjutkan dengan substansi mendasar. Salah satunya meninjau ulang semua izin-izin kehutanan,” kata Teguh.

Masa jeda penerbitan izin kehutanan pun didesak berbasis capaian, bukan waktu. Basis capaian dinilai lebih mendekati penyelesaian masalah daripada sebatas target waktu. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com