”Syarat keterwakilan perempuan minimal 30 persen di daftar caleg sudah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Kami hanya menegaskan lewat peraturan KPU,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, Kamis (17/1), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
KPU akan terus mengembalikan berkas caleg dari partai politik jika ternyata belum memenuhi ketentuan keterwakilan perempuan. ”Pengembalian berkas caleg yang belum memenuhi syarat akan terus dilakukan selama masih ada waktu. Jika waktu perbaikan daftar caleg sudah habis dan persyaratan belum dipenuhi di suatu dapil, KPU akan menyatakan partai tersebut tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu di dapil yang bersangkutan,” papar Husni.
Sebagai panduan dari pelaksanaan ketentuan itu, lanjutnya, KPU akan membuat simulasi dengan memperhatikan alokasi kursi tiap dapil. Pasalnya, jumlah kursi DPR di setiap dapil berbeda-beda, 3-10 kursi, sehingga jumlah caleg juga berbeda-beda.
Hasil simulasi yang disusun KPU, ujar anggota Komisi II DPR, Nurul Arifin, akan dicantumkan dalam peraturan KPU soal pencalegan.
Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia berharap tidak ada tawar-menawar atas ketentuan keterwakilan perempuan minimal 30 persen. Pasalnya, ketentuan itu sebagai bentuk affirmative action bagi peran politik perempuan.
Namun, sanksi diskualifikasi bagi parpol yang tidak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan di dapil dinilai terlalu berat. Sekalipun upaya afirmasi untuk perempuan itu harus diperjuangkan, realitasnya masih sulit menjaring perempuan untuk mengisi daftar caleg, terutama di tingkat kabupaten/kota.
Pandangan itu disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hati Nurani Rakyat Yuddy Chrisnandi, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy, serta Wakil Ketua Bidang Politik, Pemerintahan, Hukum, dan Keamanan Partai Keadilan Sejahtera Agoes Poernomo.
Ketiganya sependapat, kebijakan afirmasi untuk perempuan harus didukung. Namun, mereka tak sependapat jika perhitungan kuota 30 persen caleg perempuan itu berbasis dapil karena realitasnya tidak pada semua daerah ketentuan itu bisa diimplementasikan.