Jakarta, Kompas -
”Pada parpol yang baru lolos verifikasi KPU, ada fungsionaris yang terlibat dalam sektor pertambangan. Kami akan umumkan dalam waktu dekat nama-namanya,” kata Chalid Muhammad, Koordinator Institut Hijau Indonesia, Selasa (15/1), di Jakarta. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, kemarin, mengingatkan untuk mewaspadai politik penjarahan yang menjadi mesin uang parpol menjelang Pemilu 2014.
Pada laporan KPU terkait Pemilu 2009 disebutkan, keterlibatan para pengusaha dan perusahaan tambang dapat dilihat dari daftar penyumbang kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden 2009.
”Sumber daya alam menjadi sumber jarahan untuk mendanai biaya politik di negeri ini. Di sektor kelautan dan perikanan, kami temukan 3 dari 10 parpol yang merampok sumber daya alam, memiskinkan nelayan-nelayan kita untuk semata-mata memenangkan capresnya. Praktik-praktiknya pun vulgar,” kata Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan.
Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar mengatakan, bagaimana politik penjarahan kekayaan tambang bekerja bisa dilihat dari produk-produk hukum yang diterbitkan secara tak demokratis.
Direktur Institut Ecosoc Right Sri Palupi mengungkapkan, sepanjang 2009 hingga 2012, Indonesia mencatat ada 10.677 izin usaha pertambangan mineral dan batubara. Kondisi ini bisa terjadi karena maraknya praktik kejahatan sektor pertambangan (korupsi) dan penyalahgunaan kekuasaan.
Dari temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam Pemilu 2009 diduga terjadi banyak manipulasi penggunaan dana kampanye di sejumlah partai. Abdullah Dahlan dari Divisi Korupsi ICW mengatakan, asal dana kampanye mesti menjadi perhatian KPU.
Dari pengalaman pemilu sebelumnya, ironis sekali, dana kampanye diduga menggunakan uang haram hasil kejahatan yang sistematis dan tersembunyi, antara lain dana perizinan kawasan pertambangan atau dana korporasi pertambangan.(OSA/DIK/LOK)