Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebutan Perda Syariah Tidak Tepat

Kompas.com - 11/01/2013, 10:35 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Di tengah menyeruaknya polemik perda syariah, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menilai, penyebutan nama perda syariah yang selama ini digunakan tidak tepat.

Menurut Jazuli, dalam konstruksi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak dikenal kata "perda syariah", karena Indonesia bukan negara agama. Hal ini perlu diluruskan, karena isunya selalu terkesan negatif ketika menyebut "perda syariah". Bahkan, bagi sebagian orang, nilai agama sering dibenturkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Padahal, dasar negara kita Pancasila dimana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang maknanya setiap agama dapat mengaktualisasikan nilai-nilai agama sesuai keyakinan dan kepercayaannya masing-masing.

"Artinya, nilai-nilai agama di Indonesia sudah seharusnya menjadi basis moralitas publik yang menjadi solusi berbagai macam persoalan bangsa. Pemberantasan korupsi misalnya, tidak akan berjalan efektif jika setiap individu tidak ditanamkan moralitas agama sejak dini. Sehingga berbicara syariat Islam itu sejatinya luhur, indah, dan pasti rahmatan lilalamin," tutur Jazuli, Jumat (11/1/2013) di Jakarta.

Jazuli menyarankan, daripada menyeret-nyeret 'embel-embel' syariah terhadap perda yang kontroversi, lebih baik fokus pada subtansinya apakah mengandung diskriminasi atau pelanggaran kepentingan umum. "Sebut saja perda-perda yang terindikasi diskriminatif. Saya kira ini jauh lebih baik dan obyektif," katanya.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan itu menyatakan, dari sekian banyak perda yang dinilai bernuansa syariat ternyata setelah dibaca pada umumnya mengatur ketertiban umum, sopan santun/etika publik, adat istiadat/budaya luhur, larangan perilaku asusila, dan antisipasi tindak kejahatan.

"Kalau subtansinya demikian, tentu seharusnya semua agama punya konsen yang sama, semua agama mengajarkan hal yang sama, jadi bukan hanya domain (syariat) Islam," katanya.

Hanya saja, kata dia, mungkin sejumlah subtansi dari perda-perda tersebut dipersepsi diskriminatif oleh sebagian pihak. "Nah, yang demikian jangan kemudian langsung distigmatisasi sebagai perda syariah. Tentu ini sangat bias dan merugikan umat islam. Sebut saja perda dimaksud subtansinya diskriminatif," kata Jazuli.

Untuk perda-perda diskriminatif dan melanggar kepentingan umum, menurut Jazuli, tersedia ruang evaluasi oleh pemerintah maupun publik melalui uji materi. "Jangan isunya dikembangkan yang justru berdampak pada mendeskriditkan syariat Islam atau ajaran agama manapun," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

Nasional
Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Nasional
Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com