JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Agus Martowardojo diminta mengungkapkan secara jujur alasan yang melatarbelakangi kejanggalan penyetujuan kontrak tahun jamak (multiyears) anggaran proyek Hambalang. Menurut hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Menkeu telah melanggar peraturan perundang-undangan dalam menyetujui permohonan anggaran Hambalang tersebut. Permohonan kontrak tahun jamak Hambalang disetujui Menkeu dan Dirjen Anggaran saat itu, Anny Ratnawati (sekarang Wakil Menteri Keuangan) meskipun hanya ditandatangani Sekretaris Menpora Wafid Muharam dengan mengatasnamakan Menpora tanpa ada pendelegasian wewenang dari Menpora.
"Menteri Agus jujur saja. Jika jujur, kasus Hambalang ini akan terungkap semua," kata juru bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, saat ditemui di Wisma Proklamasi Jakarta, Rabu (9/1/2013).
Menurut Rizal, persetujuan anggaran tahun jamak Hambalang sebesar Rp 1,2 triliun itu sangat terburu-buru. Berdasarkan data audit BPK, katanya, pada 15 November 2010, Anny telah menolak permohonan anggaran tahun jamak yang diajukan Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut. Namun, lanjutnya, sebulan kemudian, tepatnya 6 Desember 2010, Anny seolah berubah pikiran dan langsung menyetujui permohonan anggaran untuk pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat.
Rizal bahkan menyebutkan, ada informasi yang harus didalami KPK terkait kejanggalan ini. Sebelum penyetujuan anggaran, kata Rizal, ada pertemuan antara Menkeu dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Hotel Ritz-Carlton. Hadir pula dalam pertemuan itu, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, dan Direktur PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso.
"KPK jangan melupakan fakta ini, bahwa ada pertemuan antara Pak Agus, Anas, Mahfud Suroso, dan Nazaruddin di sebuah restoran di Hotel Ritz-Carlton. Tiga orang tadi mendesak agar perubahan menjadi multiyears disetujui," ungkap Rizal.
Namun, ia merasa tidak yakin kalau Agus akan tunduk begitu saja atas desakan Anas. Terlebih lagi, saat itu Anas baru terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat melalui kongres partai yang berlangsung sekitar Mei 2010. Kakak mantan Menpora Andi Mallarangeng ini menduga, ada pihak lain yang lebih kuat dari Anas yang memengaruhi Agus sehingga menyetujui permohonan kontrak tahun jamak tersebut.
"Kalau DPR kan cuma soal fee lima persen. Anas itu juga urusan ecek-ecek. Tapi pasti ada figur yang bisa menekan Menkeu hingga bisa menyetujui pencairan dana Hambalang dalam waktu yang relatif singkat," kata Rizal.
Selain menuding Agus sebagai pembuka keran skandal Hambalang, Rizal menduga ada keterlibatan pihak selain yang disebut selama ini. Dia mengungkapkan nama Presiden Komisaris Utama Bank Mandiri Muchayat. Menurut Rizal, KPK harus memeriksa Muchayat. Dia menduga, Muchayat—yang pernah menjadi Deputi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membawahi pengawasan BUMN konstruksi itu—terlibat dalam mengatur pemenangan PT Adhi Karya sebagai pelaksana proyek senilai total Rp 2,5 triliun tersebut.
Senada dengan Rizal, Muhammad Nazaruddin mengungkapkan bahwa Muchayat membantu Anas dalam mengelola proyek BUMN. Muchayat merupakan ayah kandung Munadi Herlambang, Wakil Sekretaris Bidang Pemuda dan Olahraga DPP Partai Demokrat, yang juga menjadi komisaris di PT Dutasari Citralaras.
Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang