Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Sumbangan Pilkada Bukan Pidana

Kompas.com - 08/01/2013, 01:53 WIB

Jakarta, Kompas - Saksi ahli kasus suap dengan terdakwa Siti Hartati Murdaya, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, pemberian sumbangan uang untuk Amran Batalipu yang ikut dalam pemilu kepala daerah bukanlah tindak pidana.

”Amran dalam posisi cuti sehingga dia bukan pejabat negara. Dia juga tidak bisa mengeluarkan kebijakan publik terkait dugaan suap untuk hak guna usaha perkebunan di Buol seluas 4.500 hektar karena sedang cuti mengikuti pilkada,” kata Yusril di persidangan, Senin (7/1).

Dia menambahkan, dalam hal seorang petahana meminta sumbangan, posisi pengusaha itu susah. Diberi salah, tidak diberi juga salah. ”Dalam konteks ini, hukum harus diterapkan dengan adil,” kata Yusril menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum.

Terkait niat pengusaha memberikan sumbangan kepada petahana, Yusril menjawab, Undang-Undang (UU) Pilkada menyatakan, seseorang atau badan usaha sah memberikan sumbangan sampai batas tertentu. Besarannya harus dilaporkan.

Jika ditemukan ada sumbangan melampaui batas maksimum, jumlahnya harus disesuaikan dengan batasan itu. ”Batas sumbangan pilkada badan usaha itu diatur undang-undang Rp 350 juta. Jika ada sumbangan, misalnya Rp 400 juta, harus disesuaikan, dikurangi besarannya menjadi Rp 350 juta. Jangan karena memberikan sumbangan melebihi batas maksimum dipidanakan. Bisa penuh penjara,” katanya.

Kalaupun yang dipersoalkan adalah masalah pelanggaran UU Pilkada, kata Yusril, polisi yang harus mengusut. Jika seorang bupati akan maju lagi, ketentuan yang mengatur adalah UU Nomor 32 Tahun 2004.

Yusril mengakui, di Indonesia, banyak bupati mencalonkan kembali dalam pilkada, lalu untuk menghimpun dana mengeluarkan izin baru di bidang tambang dan perkebunan. Praktik seperti itu jelas menyalahgunakan jabatan. ”Ini menyulitkan para pengusaha,” lanjutnya.

Penasihat hukum Hartati Murdaya, Dodi S Abdul Kadir, mengatakan, dakwaan suap oleh Hartati keliru. ”Ini persoalan sumbangan pilkada. Seharusnya majelis hakim menolak perkara karena dakwaan kabur (obscuur libel). Kalau mau mengusut dengan UU Pilkada, silakan ajukan tuntutan ulang,” kata Dodi.

Dalam persidangan, Hartati mengakui berhubungan dengan Amran Batalipu yang sedang mengikuti pilkada. Amran memaksa menjadi fasilitator untuk menyalurkan bantuan sosial Hartati bagi masyarakat Buol. ”Saya berusaha mengulur-ulur waktu. Saya tidak mau dimintai uang seperti itu,” ujarnya.

Seusai persidangan, Hartati menyatakan, pemberian sumbangan melalui beberapa cek Rp 500 juta dilakukan tanpa seizin dirinya. ”Saya, kan, diperas sebetulnya,” kata Hartati. (ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com