Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belanja Negara yang Baik Dorong Ekonomi

Kompas.com - 28/12/2012, 08:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Belanja negara yang lebih baik, efektif, dan efisien dapat meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 0,2-0,3 persen. Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang efektif itu akan menjadi stimulus bagi swasta untuk bergerak.

Yang terjadi saat ini, belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belum terdistribusi dengan baik sepanjang tahun. Umumnya masih menumpuk pada triwulan III dan IV.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memaparkan, selama ini, swasta selaku pelaksana proyek masih menggunakan dana mereka sendiri lebih dulu sambil menunggu anggaran turun. ”Bahkan, swasta kelas kecil di daerah menunggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,” kata Hatta di Jakarta, Kamis (27/12/2012).

Padahal, jika anggaran bisa diatur sejak awal tahun, swasta akan bergerak lebih aktif sepanjang tahun ini. Proyek yang dikerjakan bisa lebih banyak. Pada akhirnya itu turut menyumbang pertumbuhan perekonomian.

”Saya tidak happy (senang) dengan hal ini,” ujar Hatta.

Penggunaan anggaran yang baik akan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Ukuran kualitas berupa penciptaan lapangan kerja dan turunnya angka kemiskinan.

Perihal realisasi penyerapan anggaran belanja negara, Hatta optimistis akan mencapai 97 persen pada akhir tahun ini. Pagu belanja negara berdasarkan APBN-P 2012 sebesar Rp 1.548,3 triliun. Sisa lebih penggunaan anggaran diperkirakan Hatta maksimal Rp 26 triliun.

Data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan per 21 Desember 2012, realisasi belanja negara 89,5 persen dari pagu. Pencapaian ini lebih besar dibandingkan dengan waktu yang sama tahun 2011 sebesar 88,2 persen.

Subsidi 125,7 persen dari pagu. Subsidi bahan bakar minyak (BBM) Rp 186,7 triliun per 21 Desember 2012 atau 135,9 persen pagu, sedangkan subsidi listrik Rp 83,3 triliun atau 128,2 persen dari pagu.

Hatta berharap penyerapan anggaran, terutama belanja modal, akan lebih baik pada waktu-waktu mendatang. Syaratnya, proyek harus siap, tender proyek lebih sederhana, dan pencairan juga lebih cepat dan lancar.

Bukan hal baru

Menurut ekonom senior Standard Chartered Indonesia, Fauzi Ichsan, penyerapan anggaran yang menumpuk pada akhir tahun anggaran sebenarnya bukan hal baru. Penyebabnya banyak, antara lain aksesibilitas pemerintah pusat yang terbatas serta penggunaan dana subsidi untuk listrik dan BBM. ”Kemampuan kementerian dan lembaga dalam menyerap anggaran juga terbatas,” kata Fauzi kepada Kompas.

Ia mencontohkan, dana pendidikan di suatu instansi biasanya baru akan digunakan pada akhir tahun anggaran, biasanya berupa seminar di luar kota.

Meski demikian, harus diakui ada perbaikan kualitas penggunaan APBN serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah meskipun belum optimal.

Dalam hal proyek, misalnya, jika bonafide, kontraktor biasanya akan menggunakan dana sendiri lebih dulu. Yang berbahaya jika kontraktor kecil dan tidak bonafide sehingga mengandalkan cairnya anggaran.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto memastikan kualitas penyerapan anggaran terjaga. Penyerapan tinggi pada akhir tahun karena tagihan swasta pelaksana proyek yang sudah lebih dulu menangani proyek itu dengan dana sendiri.(IDR)

 Baca juga:
Pemilu 2014 Bisa Jadi "Mesin" Ekonomi Indonesia
Bappenas: Indonesia Bukan Negara Autopilot
Pertumbuhan Ekonomi RI Memukau, Pemerataan Menjauh
Indonesia Fokus Menuju Nomor 7 Dunia
McKinsey: Lima Fakta Indonesia Bisa Jadi Negara Maju pada 2030


Simak artikel terkait di topik Ekonomi Indonesia Tetap Melaju

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com