Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Wakil Rakyat yang Tak Berkhianat

Kompas.com - 26/12/2012, 09:05 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.comSepanjang 2012, kontroversi soal sepak terjang para wakil rakyat masih juga berkutat seputar agenda kunjungan kerja ke berbagai negara. Entahlah, karena mereka tak peka dengan "teriakan" di tahun-tahun sebelumnya, atau kunjungan kerja itu sedemikian pentingnya. Yang jelas, hasil produk legislasinya masih saja diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Ada kritik soal kualitas substansi.

Pada tahun ini, setidaknya ada 45 kunjungan ke luar negeri yang dilakukan anggota Dewan. Sebanyak 37 kali di antaranya adalah studi banding terkait penyusunan rancangan undang-undang. Dengan dalih belajar ke negara lebih maju untuk menyempurnakan isi RUU, para anggota Dewan seolah tak kapok meski terus dikritik publik lantaran anggaran yang besar dan tidak transparan.

Berdasarkan catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), alokasi anggaran kunjungan ke luar negeri pada tahun 2012 mencapai Rp 140 miliar. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnnya yang berjumlah Rp 137 miliar.

Media juga terus-menerus menyorot perjalanan para anggota Dewan ini. Namun, hasilnya justru ada kunjungan ke luar negeri yang jauh dari tujuan utamanya. Hal ini terlihat pada kunjungan para wakil rakyat itu ke Kopenhagen, Denmark, dalam rangka penyusunan RUU Kepalangmerahan. Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di sana menangkap basah aksi para anggota Badan Legislasi (Baleg) tengah menikmati wisata Canal Tour di Nyhavn, Kopenhagen, Denmark, pada bulan September lalu.  

Padahal, sebelum bertolak dari Tanah Air, rombongan itu sudah sempat diprotes sejumlah pengamat. Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Uchok Sky Khadafi ketika itu melihat kepergian anggota Dewan hanya untuk meneliti sebuah logo palang merah sampai ke luar negeri hanya memboroskan anggaran. Kepergian mereka ke sana setidaknya menghabiskan uang negara Rp 1,3 miliar. Rakyat pun kembali dikecewakan ketika rombongan anggota DPR justru terlihat lebih asyik berwisata, bukannya bekerja.

Hal lain yang juga menjadi buah bibir adalah pemilihan tempat yang akan dikunjungi. Sebuah rekaman video yang diunggah Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Youtube cukup memalukan citra anggota Dewan saat berkunjung ke Deutsches Institut fur Normung (DIN) di Berlin, Jerman, untuk mempersiapkan Rancangan Undang-undang Keinsinyuran. Pasalnya, DIN ternyata adalah lembaga standardisasi produk di Jerman. Dalam video itu terlihat kebingungan para anggota Dewan saat berhadapan dengan petinggi DIN. Rombongan ini tampak tidak menguasai bahasa Inggris sehingga mereka sangat mengandalkan kemampuan penerjemah.

Anggota Baleg yang ikut dalam rombongan ke DIN itu, Ali Wongso H Sinaga dari Fraksi Golkar, menuding bahwa kepergian anggota Dewan yang salah alamat itu adalah kesalahan Kedutaan Besar RI di Jerman. Menurutnya, semua agenda perjalanan anggota Dewan diatur oleh KBRI.

Persiapan yang serba singkat ini pula yang mengiringi nada sumir perjalanan anggota Komisi II DPR ke Brasil dalam rangka persiapan RUU Desa. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengungkapkan bahwa kepergian wakil rakyat ke Brasil sama sekali tidak relevan dengan substansi pembahasan RUU Desa. Pasalnya, kriteria desa di Indonesia dengan negara mana pun berbeda. Indonesia memiliki kearifan lokal tersendiri yang berbeda dengan negara lainnya. Bahkan, para anggota Dewan lebih disarankan untuk kunjungan kerja ke pelosok negeri dibandingkan harus kunjungan mewah sampai ke Brasil.

Ke mana transparansi?

Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Banyak protes, anggota Dewan tetap saja tak peduli. Mereka justru  pergi studi banding diam-diam. Tertutupnya akses informasi terhadap kunjungan kerja ke luar negeri yang dilakukan para anggota Dewan tak ayal menimbulkan kecurigaan. Hal ini terlihat pada kunjungan kerja Komisi IV DPR ke Perancis dan China dalam rangka penyusunan RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan serta kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Brasil dan Amerika Serikat dalam rangka penyusunan RUU Keantariksaan.

Jangankan informasi anggaran yang dihabiskan rombongan itu, pemberitahuan kunjungan pun hampir tidak diberikan anggota Dewan. Informasi yang diterima wartawan biasanya didapat dari para anggota Dewan yang memutuskan tidak ikut rombongan ataupun dari staf. Kunjungan kerja Komisi IV, misalnya, sebenarnya banyak ditentang oleh anggota Dewan lain. Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi IV dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo. Firman memutuskan menarik diri dari rombongan karena menilai kedua negara itu tidak tepat untuk dikunjungi. Ia sempat mengusulkan agar kunjungan lebih baik ke Australia, Brasil, atau Selandia Baru. Ia juga mendengar kabar tidak sedap bahwa ada anggota Dewan yang memanfaatkan kunjungan itu dengan membawa anggota keluarga.

Demikian pula dengan rombongan anggota Komisi VII ke Amerika Serikat dan Brasil. Informasi sangat sulit didapatkan terkait nama-nama rombongan yang ikut. Sekretariat komisi yang biasanya dipenuhi para staf mendadak kosong. Hanya ada petugas kebersihan yang memberitahukan bahwa semua staf ikut dalam rombongan kunjungan kerja. Keesokan harinya, hanya ada seorang staf yang tampak sibuk menata berkas. Namun, saat ditanyakan soal data rombongan yang ikut pergi, ia hanya menjawab tidak tahu. Ia pun mencari alasan dengan menyebut tidak bisa menghubungi staf yang ikut rombongan ke AS dan Brasil karena biaya telepon sekretariat membengkak.

Saat ditanyakan soal tidak transparannya perjalanan anggota DPR ke luar negeri, Ketua DPR Marzuki Alie mengklaim lembaga pimpinannya merupakan yang paling terbuka dibandingkan lembaga lainnya. "Semua biaya perjalanan sudah masuk dalam anggaran, terbuka. Mana ada lembaga yang seterbuka ini di Indonesia?" kata Marzuki.

Koordinator advokasi dan investigasi FITRA Uchok Sky Khadafi menganggap sikap para anggota Dewan sudah "bebal". "Ke depan itu, sebaiknya, bentuk transparansi adalah akses dokumen oleh publik ketika sedang mau dibahas oleh BURT tentang perjalanan dinas mereka. Mereka mau ke mana saja, dan negara mana saja, harus ada perdebatan antara BURT dan publik agar hari H keberangkatan mereka tidak dikritik oleh publik," ucap Uchok.

Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri mengatakan, tertutupnya sikap DPR ini secara tidak langsung dilindungi oleh Undang-Undang MPR, DPR, dan DPD Pasal 143 Tata Tertib DPR. Di dalam pasal itu, tidak diatur dan diperintahkan mengenai penyusunan dan publikasi laporan hasil studi banding. Akibatnya, prinsip akuntabilitas jadi terabaikan.  

"Sekadar kita untuk tahu dan bagaimana mendapatkan hasil studi banding ternyata sulit. Penyebabnya? Mulai dari tidak tahu ada di mana atau berhubungan dengan siapa, bisa jadi juga dokumen laporan tersebut memang tidak untuk dipublikasikan, atau bahkan tidak dibuat sama sekali," katanya.

Prestasi legislasi malah "keok"!

Sebanyak 45 kali kunjungan kerja ke luar negeri dilakukan DPR selama tahun 2012 ini nyatanya tidak berbanding lurus dengan prestasi DPR di bidang legislasi. Data PSHK hingga September 2012 ini menunjukkan DPR hanya mampu mengesahkan 11 rancangan undang-undang. Jumlah itu ditambah dengan Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Undang-Undang Perkoperasian, Undang-Undang Pangan, dan Undang-Undang Daerah Otonom Baru (DOB) atas 1 provinsi dan 11 kabupaten baru yang disahkan DPR pada periode Oktober-Desember 2012. Jumlah pengesahan yang dilakukan DPR ini sangat jauh di bawah target DPR yang memasukkan 64 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas di tahun 2012.

Keraguan publik atas kinerja anggota Dewan dalam menyusun RUU pun semakin bertambah lantaran banyaknya undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Ronald, keoknya prestasi DPR di bidang legislasi membuat publik bertanya akan efektivitas kunjungan kerja ke luar negeri yang dilakukan DPR. "Efektivitas sebagian studi banding masih diragukan. Bahkan keraguan akan efektivitas studi banding bisa menjalar hingga ke tindak lanjut atau penggunaan hasil studi banding terhadap proses legislasi dan substansi suatu RUU," ujarnya.

Publik selama ini tidak pernah mengetahui sejauh mana hasil kunjungan kerja ke luar negeri dipakai dalam proses penyusunan RUU. Uchok Sky Khadafi bahkan menuding bahwa kunjungan ke luar negeri hanyalah "kedok" para anggota Dewan untuk berpelesiran dengan bebas sorotan atau kritikan publik. "Kunker itu mengonfirmasikan kepada publik hanya bagi-bagi jatah buat komisi atau per anggota dari fraksi masing-masing. Pembuatan RUU hanya kedok," ujar Ronald.

Ia mencontohkan dalam studi banding anggota Komisi II ke Brasil dalam rangka penyusunan RUU Desa juga tidak berbuah hasil. Sampai saat ini, RUU Desa juga belum dirampungkan. Di sisi lain, ketika Komisi III yang sudah berangkat ke Australia dalam rangka penyusunan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembahasan revisi itu batal. Uchok pun meminta pertanggungjawaban para anggota Dewan yang selama setahun ini sudah menghabiskan dana pelesiran Rp 140 miliar.

Hilangnya tanggung jawab partai politik

Kontroversi terus berlanjutnya kunjungan kerja ke luar negeri ini tidak terlepas dari lemahnya kontrol fraksi atau pun partai politik. Fraksi dan parpol tidak tegas dalam menerapkan sanksi kepada anggotanya yang tertangkap tidak bekerja selama studi banding. Pengambilan sikap moratorium terhadap kunjungan kerja ke luar negeri juga terkesan setangah hati. Partai boleh jadi sesumbar terhadap kebijakan kunjungan ke luar negeri, tapi realitanya anggota fraksi partai itu tetap saja diperbolehkan ikut dalam kunjungan kerja ke luar negeri. Hanya Fraksi PDI-Perjuangan yang secara tegas menolak adanya kunjungan kerja ke luar negeri dan benar-benar menerapkannya kepada para anggota fraksinya.

Jika tidak ada komitmen tegas dari fraksi, maka rasanya kritikan publik tetap saja seperti angin lalu bagi anggota Dewan. Anggota Dewan kini lebih takut dijatuhkan sanksi oleh fraksi atau partainya daripada dicap buruk oleh masyarakat yang menjadi konstituennya.

Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR mengungkapkan protes publik ini terjadi sebagai imbas dari rendahnya kinerja DPR. Oleh karena itu, kunjungan kerja ke luar negeri atau penambahan fasilitas dipastikan akan selalu mendapatkan penolakan publik karena rendahnya kinerja DPR dalam persepsi publik. "Jadi dalam persepsi publik, DPR ini surplus fasilitas, tetapi defisit kinerja dan trust dari publik. Ini soal persepsi publik. Kunker itu semakin menurunkan trust publik; sebaiknya ditinjau ulang," ucap Hanta.

Selain itu, protes publik yang tak pernah diindahkan anggota Dewan ini merupakan persoalan klasik etika para politisi di negeri ini. Para politisi bukannya peka terhadap kesengsaraan rakyat, justru berbela diri mencari seribu alasan untuk bepergian keluar negeri. Hanta melihat inilah potret dari kegagalan parpol dalam mengemban fungsi rekrutmen politiknya. Parpol perlu melakukan introspeksi total dan mereformasi sistem kaderisasi internal dan memperbaiki sistem rekrutmen calon legislatif.

"Parpol dalam menghadapi kritik publik terkait kunker seolah tak bersikap dan bersembunyi. Mestinya parpol punya tanggung jawab dan otoritas kuat membuat kebijakan dan aturan internal bagi kader-kadernya di parlemen. Parahnya, alih-alih membuat aturan etika dan moral secara internal partai, petinggi partai justru menjadi aktornya," ujar Hanta.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah membereskan secara total dan komprehensif problem di DPR mulai dari hulunya, yakni partai politik. Diperlukan komitmen elite parpol, pimpinan Dewan, hingga kesekjenan untuk menata kembali rencana kunjungan kerja ke luar negeri. 

DPR memang bukan lembaga malaikat, tetapi merupakan lembaga representasi rakyat. DPR diharapkan menjadi tumpuan publik menyuarakan aspirasinya, dan bukannya justru menjadi pengkhianat publik. Memasuki tahun politik 2013, partai politisi di parlemen sudah seharusnya kembali mendengarkan suara publik. Jika tidak, maka vonis masyarakat akan lebih berat dengan tidak memilih kembali politisi itu. Tentunya kita masih mendambakan agar para elite politik ini benar-benar belajar dari kritikan yang ada, dan bukan hanya sekadar pencitraan belaka.

Ikuti refleksi 2012 di bidang politik, hukum, dan keamanan dalam topik:
Refleksi 2012 Polhukam

Baca juga topik-topik terkait kunjungan kerja DPR sepanjang tahun 2012:

DPR Studi Banding PMI ke Turki dan Denmark
RUU Ternak, DPR ke Perancis dan China

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasional
    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Nasional
    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    Nasional
    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Nasional
    Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

    Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

    Nasional
    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Nasional
    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Nasional
    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Nasional
    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    Nasional
    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Nasional
    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com