Cukup menghibur menyimak kuliah umum tanpa teks Prabowo Subianto selama dua jam lebih, di Jakarta, Selasa (18/12). Isi pidatonya mengenai masalah-masalah yang kita sudah tahu, tetapi yang lebih penting ”the singer, not the song
Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) beberapa bulan lalu menyelenggarakan survei yang menempatkan Prabowo sebagai calon presiden terpopuler. Ia dibe- rikan kesempatan menyampaikan kuliah umum di hadapan sekitar 300 orang dari berbagai kalangan.
Survei SSS menyaring lima capres terpopuler. Menurut rencana, kuliah umum dilanjutkan sebulan sekali oleh Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, dan Surya Paloh.
Sebelum kuliah Prabowo, peneliti SSS, Ari Nurcahyo, menyampaikan kilas balik politik 2012 yang ditengarai ibarat ”bayi sungsang”. Elite penguasa melakoni perilaku politik yang sering salah tempat dan tanpa etika.
Kuasa dan uang jadi episentrum berpolitik dekonstruktif yang melarikan politik dari tujuan bernegara. Dengan kata lain, kegiatan politik jadi peluang meraup uang rakyat sebanyak mungkin.
Tema ”bayi sungsang” itulah yang segera ”disambar” Prabowo. Kuliah umum berubah menjadi orasi berapi-api berisikan wrap-up politik 2012 yang cocok diberikan predikat annus horribilis.
Nah, mengapa kuliah umum Prabowo menghibur? Pertama, karena Prabowo tampil manusiawi alias apa adanya.
Prabowo bilang ”nyesel guè enggak kudeta” tahun 1998. Ini gurauan karena ia menimpali kudeta mustahil berhubung UUD 1945 menyebut Presiden sebagai Panglima Tertinggi.
Ia banyak bergurau di podium sehingga hadirin tak merasa jenuh. Berkali-kali Prabowo menyebut dirinya dengan ”guè”, pertanda ia tidak sok genting dan mengundang derai tawa.