Padahal, KPK pernah mendakwa dengan konstruksi pasal sama, tetapi majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi tidak mengabulkan tuntutan soal perampasan harta dan aset yang diduga hasil korupsi tersebut.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, penggunaan Pasal 18 UU Tipikor juga mempunyai tujuan jangka panjang, tidak sekadar merampas harta Angelina Sondakh alias Angie yang diduga hasil korupsi. Pasal 18 UU Tipikor menyebutkan antara lain,
”Tujuannya cukup panjang, KPK juga berusaha untuk menimbulkan efek jera, yang melakukan korupsi hartanya harus dirampas. Ini juga bertujuan bagaimana sebesar mungkin KPK bisa mengembalikan uang yang dikorupsi,” kata Johan di Jakarta, Jumat (21/12).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK sangat yakin terjadi tindak pidana korupsi seperti yang disangkakan terhadap Angie. KPK mendakwa Angie menerima hadiah atau janji berupa uang Rp 12,580 miliar dan 2,3 juta dollar Amerika Serikat dari Grup Permai. Uang tersebut sebagai imbalan karena Angie mengusahakan agar proyek di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga dikerjakan Grup Permai atau perusahaan yang dikoordinasi grup itu.
Dalam tuntutannya terhadap Angie, KPK meminta majelis hakim selain menghukum 12 tahun penjara, juga mengharuskan mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat tersebut mengganti kerugian negara sebesar Rp 12 miliar dan 2,35 juta dollar AS.
”KPK kan meyakini ada aliran uang kepada tersangka (Angie), dan itu yang kami buktikan di pengadilan. Aliran uang inilah yang membuat proyek-proyek di Kemendiknas itu merugikan keuangan negara. Ini yang ingin kami rampas dari tangan tersangka,” kata Bambang.
Atas dasar bukti-bukti yang dimiliki KPK soal adanya aliran dana ke Angie tersebut, menurut Bambang, KPK yakin untuk menggunakan Pasal 18 UU Tipikor. Bambang mengatakan, dengan Pasal 18 UU Tipikor, KPK justru yakin harta yang diduga diperoleh Angie dari hasil korupsi bisa dirampas oleh negara.
Johan mengakui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sempat tidak mengabulkan tuntutan jaksa KPK saat menjerat hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar. Syarifuddin ditangkap tangan KPK saat menerima uang dari kurator PT Skycamping Indonesia, Puguh Wirawan. Saat penangkapan itu, KPK menyita sejumlah uang baik dalam mata uang rupiah maupun asing yang berada di rumah Syarifuddin.
KPK meyakini, uang itu bukan berasal dari penghasilan resmi Syarifuddin. Dalam tuntutannya, KPK sempat meminta agar uang yang ditemukan saat menangkap hakim Syarifuddin dirampas dengan menggunakan Pasal 18 UU Tipikor, tetapi majelis hakim tidak mengabulkannya.
”Sebenarnya ada yang berbeda antara kasus hakim Syarifuddin dengan Angelina Sondakh. Pada kasus hakim Syarifuddin, kami temukan uang dalam proses tangkap tangan itu yang kemudian menurut hakim bukan berasal dari tuduhan korupsi yang disangkakan KPK. Kalau Angelina kan dugaan penerimaan (uang suap) itu yang nanti kami konversikan sebagai kerugian negara sehingga itu harus disita. Itu yang harus dikembalikan Angelina Sondakh. Maka dari itu, kami gunakan Pasal 18 UU Tipikor,” kata Johan.