Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana, Korupsi Terus Menggurita

Kompas.com - 21/12/2012, 03:59 WIB

Negeri ini terus saja menuai bencana dan prahara. Berbagai persoalan muncul sama tidak ditangani semestinya. Persoalan kecil dibiarkan membesar. Persoalan besar acapkali dipandang sebelah mata. Kondisi tersebut juga terjadi selama tahun 2012 di berbagai daerah di Sumatera bagian utara.

Sepanjang tahun itu, berbagai konflik vertikal dan horizontal, seperti sengketa tanah, rekonsiliasi yang tersisa, penyelundupan, kerusakan lingkungan, dan korupsi, terus menggurita di sepanjang utara Pulau Sumatera. Wilayah yang membentang dari Aceh sampai Kepulauan Riau dikenal dengan Sumatera bagian utara.

Tahun 2012 menjadi tahun yang sangat penting bagi keberlanjutan masa depan Aceh. Pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf dihadapkan kembali pada persoalan era konflik 30 tahun lalu sampai konsolidasi damai sejak Nota Kesepahaman Helsinki 2005 yang belum terselesaikan. Salah satu yang belum terwujud adalah rekonsiliasi menyeluruh antara pemerintah pusat, Pemerintah Aceh, mantan kombatan GAM, dan masyarakat korban konflik.

Pengamat sosial politik Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya, menilai elite-elite lokal memiliki kepentingan jangka pendek dan gampang melupakan sejarah. Sebaliknya, pemerintah pusat cenderung menghindar atas tanggung jawab.

Mekanisme rekonsiliasi melalui Badan Reintegrasi Aceh, berupa santunan kepada korban konflik, banyak tersalur tidak tepat sasaran. ”Banyak keluarga korban belum mendapatkan rasa keadilan, sementara hukum yang adil tidak pernah ada,” kata Koordinator Kontras Aceh Destika GL.

Akibatnya, stabilitas sosial politik Aceh rentan kegaduhan dipicu kelompok yang memanfaatkan psikologis masyarakat. Kesempatan Aceh mengembangkan demokrasi, seperti diungkap peneliti Olle Tornquist, justru melenceng. Yang terjadi adalah liberalisasi politik, yang ditandai maraknya korupsi dan oligarki politik.

Di Sumatera Utara, konflik horizontal dan vertikal juga terjadi, tapi berbeda dibanding Aceh. Sampai menjelang tutup tahun 2012, ribuan petani dari berbagai daerah yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu Sumatera mendesak Pelaksana Tugas Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho menepati janji menyelesaikan konflik agraria sejak tahun 1954. Konflik tanah telah memakan korban jiwa.

Menurut aktivis pertanahan Sumut, Benget Silitonga, konflik agraria tak kunjung selesai karena pendekatan cenderung formal dan represif. Penyelesaian hanya melalui pintu peradilan. Pemerintah semestinya menggunakan jalan alternatif, melalui musyawarah yang berisi mediasi, negosiasi, konsultasi, atau rekonsiliasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.

Ketua Pusat Penelitian HAM Universitas Sumatera Utara Hasim Purba juga mendesak musyawarah mempertemukan kepentingan hak dan penguasaan atas obyek sengketa di antara para pihak.

Kerusakan masif

Lain di Aceh/Sumut, lain pula masalah di Sumatera Barat. Wilayah di pantai barat Sumatera ini lebih direpoti bencana alam yang menelan korban jiwa dan harta. Bila dirunut sejak 13 bulan lalu, sedikitnya sembilan kali longsor dan banjir bandang atau galodo meluluhlantakkan negeri indah itu. Bencana tidak kenal musim, dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 271,365 miliar dan 4.399 warga mengungsi.

Hasil ekspedisi Pecinta Alam Sumbar menunjukkan kerusakan masif di kawasan hulu Batang (Sungai) Kuranji. Potongan kayu gelondongan dan bebatuan besar memenuhi badan sungai yang melebar. Galodo diduga terjadi karena embung atau danau kecil di hulu terbentuk dari tumpukan material kayu dan batu mengalami kejenuhan. Saat debit membesar, embung jebol membawa semua material yang menghancurkan seluruh benda penghalang di depannya.

Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria menyebutkan aktivitas penebangan ilegal menjadi salah satu penyebab galodo. Namun, penebangan liar relatif sulit diberantas jika tidak ada dukungan seluruh pihak.

Ketika sebagian warga Sumbar menangis karena bencana, Riau dan Kepulauan Riau justru berkutat pada prahara moral dan sosial. Penyelundupan dan korupsi menjadi persoalan kasatmata sepanjang tahun ini.

Di Batam, misalnya, 80 persen beras dan 100 persen gula dipasok penyelundup. Tidak sulit melihat aktivitas penyelundupan itu. Kapal-kapal yang berlabuh di Pantai Stres, Tanjung Riau, Tanjung Sengkuang, dan Teluk Mata Ikan adalah daerah tidak bertuan. Masih ada pula aksi di pelabuhan Pulau Setokok dan dua dermaga di ujung Pulau Galang yang hilir mudik menurunkan barang-barang ilegal. Penyelundupan bijih bauksit mentah dari Bintan diekspor ke China juga dilakukan setiap pekan.

Penindakan tentu ada, terutama untuk dijadikan ”korban persembahan” untuk menjaga image bahwa penyelundupan tetap diberantas. Kepala Bidang Penindakan Kantor Bea Cukai Batam Kunto Prasti mengatakan, potensi penyelundupan di Batam besar. Bea dan Cukai menangkap kapal penyelundup sembako paling sedikit sekali dalam dua bulan.

Setali tiga uang, Riau pun terbelit kondisi moral manusia yang ingin mudahnya saja. Sepanjang tahun 2012, Pekanbaru yang pernah dinobatkan sebagai kota terkorup di Tanah Air tahun 2010 menjadi semakin tidak terbantahkan. Secara kasatmata, kekayaan para amtenar negeri Melayu itu makin mencolok. Korupsi terjadi di semua lini, baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Suap terhadap anggota DPRD Riau senilai 900 juta yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (April 2012), untuk memuluskan revisi Perda No 6/2010—tentang anggaran gedung menembak PON 2012— hanyalah fenomena puncak gunung es. Sebanyak 13 orang (10 di antaranya anggota DPRD Riau) sudah dijadikan tersangka, terdakwa, dan dua di antaranya telah dihukum.

Namun, lanjutan korupsi terkait PON yang bernilai 10 kali lipat kepada anggota DPR belum tersentuh. Dalam persidangan, nama-nama seperti Gubernur Riau Rusli Zainal, anggota DPR Setya Novanto dan Kahar Muzakir semakin sering disebut-sebut tersangkut kasus tersebut. Itulah gambaran sebagian kecil kondisi terhangat di Sumatera bagian utara sepanjang tahun 2012.

(HAN/MHF/INK/RAZ/SAH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com