Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR, Cermin Kusam Demokrasi

Kompas.com - 17/12/2012, 15:03 WIB
Marcellus Hernowo

Penulis

 

KOMPAS.com - Kamis (6/12), Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat M Prakosa mengumumkan, empat anggota DPR melanggar etika. Keputusan ini antiklimaks dari kasus dugaan permintaan jatah ke sejumlah badan usaha milik negara, yang pertama kali dibuka Menteri BUMN Dahlan Iskan. Disebut antiklimaks karena BK DPR menyatakan tidak mendapat cukup bukti dari kasus yang diharapkan dapat dijadikan momentum bersih-bersih di DPR.

Akibatnya, dari empat anggota DPR yang diputus melanggar etika, dua orang, yaitu Idris Laena (Fraksi Partai Golkar) dan Sumaryoto (Fraksi PDI-P), ”hanya” mendapat sanksi tingkat sedang, pindah komisi dan dilarang duduk di Badan Anggaran DPR. Dua lainnya, Achsanul Qosasi (Fraksi Partai Demokrat) dan Zulkifliemansyah (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), mendapat teguran tertulis.

Dalam putusannya, BK DPR bahkan merekomendasikan agar pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Isinya, meminta Presiden menegur Dahlan agar lebih hati- hati mengeluarkan isu publik yang belum jelas bukti dan duduk masalahnya.

Di sisi lain, kasus Dahlan ini juga menunjukkan bahwa membongkar ”permainan” di DPR tidaklah mudah. Mekanisme yang rapi disertai besarnya kekuasaan lembaga legislatif membuat upaya membuka permainan di lembaga itu dapat berbalik menyerang diri sendiri.

Namun, permainan di DPR diyakini tetap marak terjadi. Ini terlihat dari sejumlah kasus yang terbongkar meski belum tuntas. Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati, Oktober lalu divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Politisi berusia 31 tahun itu terbukti terlibat suap untuk mengurus dana penyesuaian infrastruktur daerah dan kasus tindak pidana pencucian uang.

Partai Demokrat selama 1,5 tahun terakhir juga cukup direpotkan dengan dugaan korupsi dalam proyek wisma atlet untuk SEA Games di Palembang dan proyek kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor, yang melibatkan sejumlah kader mereka di pemerintahan dan DPR.

Dari sejumlah kasus yang terungkap, anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR, Eva Kusuma Sundari, melihat bahwa kasus-kasus itu umumnya punya pola yang sama, yakni karena kongkalikong DPR, pemerintah, dan kontraktor. Namun, DPR menjadi pihak yang paling rusak citranya dalam praktik kongkalikong ini. Beberapa kasus yang menimpanya membuat DPR beberapa kali dipersepsikan sebagai lembaga terkorup dan sumber utama korupsi di negeri ini.

”DPR memang seperti akuarium, apa yang terjadi di dalamnya mudah terlihat dari luar. Ini berbeda dengan lembaga lain seperti pemerintah,” ujar Eva.

Politik biaya tinggi

Mahalnya biaya politik selalu dituding sebagai salah satu penyebab utama maraknya praktik korupsi di DPR. Trimedya Panjaitan, anggota Komisi III, mengatakan, untuk kampanye Pemilu Legislatif 2014, setiap calon utama atau yang diperkirakan lolos ke Senayan membutuhkan dana sekitar Rp 2 miliar.

Padahal, kebutuhan sehari-hari seorang anggota legislatif sudah amat besar. Seorang anggota DPR harus membayar iuran partai dan aktif menyumbang jika partai ada kegiatan. Proposal permintaan bantuan dari konstituen juga selalu mengalir dan tidak dapat dibiarkan. Pendapatan resmi anggota DPR sekitar Rp 60 juta tiap bulan diyakini sering kali tidak cukup memenuhi berbagai kebutuhan itu.

”Praktik politik Indonesia memang dekat dengan uang. Dukungan umumnya didapatkan secara instan dan sangat transaksional. Ada uang abang didukung, tidak ada uang abang ditendang,” kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy.

Di sisi lain, besarnya kekuasaan DPR saat ini membuat ”mencari uang” di lembaga itu tidak sulit selama memiliki jaringan dan memahami lingkungan. Semua fungsi DPR, baik di bidang pengawasan, anggaran, maupun legislasi, jika mau dan mampu dapat ditransaksikan.

”Mereka yang paham, ibaratnya ketika melihat sebuah pilar di kompleks parlemen, sudah tahu apa yang harus ditransaksikan. Namun, mereka yang tidak paham atau menolak bermain, dan itu masih ada, dapat tidak mendapat apa-apa meski barangnya sudah amat jelas,” ujar Hendrawan Supratikno, anggota DPR dari Fraksi PDI-P.

Kondisi ini yang menjadi salah satu sebab jabatan sebagai anggota legislatif tetap menarik diperebutkan meski menyadari untuk itu dibutuhkan biaya politik tidak murah. Pasalnya, insentif kekuasaan dan finansial yang didapat dari posisi itu secara umum tetap jauh lebih besar dibanding ”bayaran” yang harus diberikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com