Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keriuhan Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 15/12/2012, 06:29 WIB

Oleh: Bambang Kesowo

Kini orang mencari-cari, apa gerangan kata yang tepat untuk menggambarkan salah satu sumber keriuhan suasana pemberantasan korupsi dewasa ini?

Media massa dengan gencar menyuguhi masyarakat dengan berita dan wacana sekitar ributnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, dan kejaksaan. Selain tiga institusi itu, ada lagi DPR. Kenapa DPR? Selain kesan kelewat reaktif berkenaan banyaknya anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, lembaga perwakilan yang sesungguhnya melahirkan KPK itu justru ditengarai sering mengambil berbagai langkah yang dinilai bertujuan ”memperlemah” KPK.

Bukankah DPR sendiri yang sedari awal juga bertekad mempercepat dan menggelorakan pemberantasan korupsi? Bukankah DPR pula yang dalam UU yang dibuatnya telah mempersenjatai KPK dengan berbagai keistimewaan, baik kedudukan maupun kewenangan, demi efektivitas pemberantasan korupsi? Benarkah bila dikatakan bahwa dahulu semua itu terjadi karena rasa ”geregetan” yang berlebihan terhadap masa lalu, dan waktu itu, yang kini berbalik bagai senjata makan tuan?

Mumpung kini semua sudah mulai mengendap, sekaranglah waktunya kita bersikap berani menata ulang segala wujud konsep serta aspek kelembagaan dalam pemberantasan korupsi. Tentu saja dengan hati dan pikiran yang lebih tenang.

Aspek psikologis

Pemberantasan korupsi memang harus didukung dan terus ditingkatkan. Soal itu sama sekali tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun membangun sesuatu yang berlebihan kadangkala juga menghadirkan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.

Coba mari kita longok sejenak Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Harus diakui, beberapa aspek dalam pemberantasan korupsi yang diatur dalam UU itu dapat dikatakan luar biasa, utamanya dalam keistimewaan kedudukan, tugas, dan kewenangannya.

Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK memiliki tugas menyelidiki, menyidik, dan sekaligus menuntut di pengadilan khusus untuk tindak pidana korupsi. Di samping itu, lembaga ini juga mengoordinasi kepolisian dan kejaksaan dalam pelaksanaan tugas mereka dalam pemberantasan korupsi.

Lebih dari sekadar mengoordinasi, KPK juga menyupervisi kedua lembaga tadi. KPK bahkan berwenang mengambil alih penanganan kasus korupsi yang sedang ditangani kedua institusi penegak hukum tadi. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, lembaga ini dapat melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan bahkan tanpa izin pengadilan negeri. Sekali masuk ke ranah penyidikan, KPK harus terus menuntut. Komisi ini tidak boleh menghentikan kasus dan tak boleh mengeluarkan perintah penghentian penyidikan dan penuntutan seperti halnya kepolisian dan kejaksaan.

Dengan tugas dan kewenangan yang demikian hebat, KPK tidak bertanggung jawab ke lembaga mana pun kecuali kepada publik. Bagaimana cara dan bentuk pertanggungjawaban tidak diatur jelas dalam UU tersebut. Bahkan kepada Presiden sebagai kepala negara pun, pertanggungjawaban itu tak diberikan kecuali hanya laporan. Dalam suatu negara, adanya lembaga tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang jelas sungguh luar biasa.

Sebesar dan sekuat apa pun keinginan membuat lembaga, akhir-akhir ini segalanya bagai dimungkinkan dan dapat diwujudkan. Namun, kewenangan menyupervisi dan mengambil alih penanganan kasus—walau secara politis dikehendaki dan secara teknis dimungkinkan—bisa jadi lain jalan ceritanya. Sebab, hal ini lebih berkaitan dengan aspek psikologis. Kalau tak hati- hati, malah menjadi sumber ketersinggungan dengan rasa dan sikap kebanggaan korps, baik di kepolisian maupun kejaksaan.

Perlu diingat, kebanggaan korps itu justru sesuatu yang— kapan, dalam satuan apa pun, dan di mana pun—selalu dibangun. Sedikit atau banyak, hal itu juga akan bersinggungan dengan apa yang disebut kehormatan atau harga diri profesi.

Kalau soal berkuasa atau bergengsi mungkin tidak seberapa. Namun, kalau kemudian menyangkut soal kebanggaan korps, kehormatan atau harga diri profesi tadi, bisa panjang ceritanya. Bukan mustahil rentetan kasus ”cicak-buaya”, simulator SIM, penarikan tenaga penyidik yang menjadi pangkal keributan KPK dan kepolisian akhir-akhir ini jadi pemicu pertikaian karena merasa tercorengnya kehormatan dan kebanggaan korps.

Kembalikan ke Presiden

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com