Jakarta, Kompas -
”Saat ini profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu dipertanyakan rakyat,” kata anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak, saat bedah buku Penguatan Bawaslu: Optimalisasi Posisi, Organisasi dan Fungsi dalam Pemilu 2014 yang diselenggarakan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Jakarta, Rabu (12/12).
Nelson mengatakan, bila kritik Bawaslu terhadap KPU makin gencar dilakukan, rakyat bisa makin meragukan proses Pemilu 2014. Dari perseteruan Bawaslu dan KPU beberapa waktu lalu, Bawaslu sendiri, termasuk pers, menjadi permainan pihak tertentu. Seharusnya, pemilu menjadi ajang persaingan partai politik, tetapi yang terkesan adalah persaingan Bawaslu dan KPU.
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso mengatakan, ”Sesungguhnya untuk mencerdaskan rakyat, Bawaslu bisa menggunakan kewenangannya untuk betul-betul mengawasi dan menindak proses tahapan pemilu yang dilakukan KPU. Pengawasan ini akan berlangsung hingga Pemilu 2014. Bawaslu harus berani melawan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan KPU, calon, ataupun kelak peserta pemilu.”
Topo melihat keanehan di Bawaslu. Saat sengketa Bawaslu dan KPU yang harus diputuskan DKPP, putusan itu tidak menggugah Bawaslu. Kalau putusan itu menyangkut kode etik, Bawaslu semestinya bereaksi saat DKPP memutuskan verifikasi faktual terhadap 18 parpol yang telah dinyatakan gagal dalam proses verifikasi administrasi.
Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan, dalam buku ini Bawaslu didorong memprioritaskan kewenangan pencegahan. Bawaslu harus jadi lembaga efektif karena keberadaan Bawaslu makin dimandirikan posisinya, diperkuat organisasinya, dan ditambah kewenangannya melalui UU No 15 Tahun 2011 dan UU No 8 Tahun 2012.
Sementara itu, di Magelang, Jawa Tengah, dari 13 parpol, hanya Partai Kebangkitan Nasional Ulama yang dinyatakan lolos verifikasi faktual oleh KPU Kabupaten Magelang. Sebanyak 12 parpol lain harus memperbaiki kelengkapan persyaratan karena tidak mampu menghadirkan anggotanya.