Jakarta, Kompas -
”Tidak bisa pemekaran daerah terus tanpa desain dan seakan tanpa tujuan jelas. Akibatnya, beban negara semakin berat, tetapi hasil pada kesejahteraan rakyat tidak signifikan,” tutur Ketua Pusat Pengkajian Otonomi Daerah Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Ibnu Tricahyo, Sabtu (8/12) di Jakarta.
Sejauh ini, evaluasi terkait keberhasilan daerah otonom baru (DOB) dalam meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat belum tampak. Kalaupun ada, hasilnya masih parsial. Sebaliknya, keluhan mengenai belum terwujudnya pelayanan masyarakat yang efektif, beban negara yang semakin besar, dan konflik perbatasan terus bermunculan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, evaluasi DOB sudah dilakukan. Evaluasi ini mencakup aspek pembentukan organisasi perangkat daerah, pengisian personel, pengisian keanggotaan DPRD, penyelenggaraan urusan wajib dan pilihan, pembiayaan, pengalihan aset dan dokumen, pelaksanaan penetapan batas wilayah, penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan, serta penyiapan rencana umum tata ruang wilayah.
Dalam penilaian itu, hingga akhir 2010 belum ada daerah yang dinilai baik. Umumnya, kinerja DOB dinilai sedang dan 15,8 persen DOB dinilai kurang baik.
Ibnu, yang juga anggota Ombudsman Republik Indonesia, menambahkan, ada lebih dari 20 pengaduan terkait konflik batas wilayah daerah pemekaran. Konflik ini selalu menjadi konflik horizontal. Karena itu, pemerintah harus berani berinisiatif menghentikan pemekaran.