Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andi Mallarangeng, Menteri Aktif Pertama yang Dijerat KPK

Kompas.com - 07/12/2012, 09:35 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penetapan tersangka Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng menjadi sejarah baru bagi KPK. Sejak berdiri pada 2003, lembaga antikorupsi itu akhirnya berani menetapkan seorang menteri aktif pada akhir tahun ini.

Andi Mallarangeng merupakan menteri aktif pertama yang ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat itu diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.

Berdasarkan catatan, selama ini KPK seolah menjerat seorang menteri saat statusnya sudah pensiun. Sebut saja mantan Menteri Dalam Negeri, Hari Sabarno; mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah; mantan Menteri Kesehatan, Sujudi; dan Mantan Menteri Kelautan, Rokhim Dahuri.

Hari Sabarno divonis bersalah dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 wilayah di Indonesia. Perbuatan itu dilakukan saat Hari berstatus menteri. Dia kemudian dijatuhi hukuman dua tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Hukuman Hari diperberat menjadi lima tahun penjara di tingkat kasasi.

Bachtiar Chamsyah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor satu tahun delapan bulan penjara dalam kasus korupsi pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit di Departemen Sosial pada 2004-2006.

Sementara itu, Sujudi diperberat hukumannya menjadi empat tahun setelah Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali yang diajukan Sujudi. Di pengadilan tingkat pertama, Sujudi hanya dijatuhi penjara dua tahun tiga bulan. Dia dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang dengan menunjuk langsung PT Kimia Farma Trade and Distribution sebagai rekanan pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pada kawasan Indonesia bagian timur.

Adapun Rokhim Dahuri divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengumpulan dana dekonsentrasi yang dilakukan melalui pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebesar lebih dari Rp 15 miliar. Dia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Penetapan Andi sebagai menteri aktif pertama yang menjadi tersangka ini sudah diisyaratkan pimpinan KPK beberapa waktu lalu. Dalam diskusi bertajuk "Eksistensi KPK dalam Pemberantasan Korupsi" di Jakarta, Selasa (7/8/2012) lalu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengisyaratkan hal tersebut.

"Mudah-mudahan ada menteri dalam beberapa bulan ke depan," kata Bambang saat diskusi itu.

Dia menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR Pramono Anung, yang juga menjadi pembicara dalam kasus tersebut. Pramono mengapresiasi KPK karena berani menjerat sejumlah pejabat tinggi yang terlibat korupsi. Namun, menurut Pramono, KPK kerap menjerat para pejabat tersebut saat mereka non-job atau tidak aktif lagi.

KPK harus dicontoh
Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, mengatakan bahwa langkah KPK yang berani menetapkan menteri aktif ini patut diapresisi. Bahkan, langkah KPK tersebut, katanya, dapat menjadi contoh bagi institusi penegakan hukum lain agar berani menjerat pembantu Presiden yang masih aktif. "Ini seharusnya dapat ditiru kejaksaan dan kepolisian kalau memang ada indikasi keterlibatan pembantu Presiden, pejabat aktif di pemerintahan, jangan segan juga, apalagi Presiden sudah membuka pintu untuk itu," kata Emerson.

Dia juga menduga, masih ada menteri aktif lain yang diduga terlibat dalam kasus-kasus korupsi di KPK. "Misalnya kasus-kasus lain kan ada, yang disebut di kasus PON, kasus pengadaan Al Quran," ucap Emerson.

Menteri aktif lainnya?

Berdasarkan catatan Kompas.com, ada sejumlah nama menteri aktif lain yang disebut-sebut dalam suatu kasus di KPK. Sebut saja Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar yang namanya disebut-sebut dalam kasus dugaan suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). Kasus tersebut sudah menyeret dua anak buah Muhaimin ke penjara. Mereka adalah Dadong Irbarelawan dan I Nyoman Suisnaya.

Sejumlah saksi dalam kasus itu mencatut nama Muhaimin. Menurut saksi, suap ke anak buah Muhaimin itu sebenarnya akan diberikan ke Muhaimin sebagai pinjaman untuk membayar tunjangan hari raya para kiai. Terkait kasus ini, KPK menunggu hasil putusan banding Dadong dan Nyoman untuk kemudian menimbang keterlibatan Muhaimin.

Selain Muhaimin, ada Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi hibah kereta api bekas dari Jepang. Pun, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono yang beberapa waktu lalu diperiksa KPK sebagai saksi dalam penyidikan kasus kasus dugaan suap PON Riau.

Akankah ada menteri aktif yang menyusul Andi?  Kita lihat saja.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Nasional
    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Nasional
    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Nasional
    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Nasional
    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Nasional
    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    Nasional
    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Nasional
    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Nasional
    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

    Nasional
    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    Nasional
    'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    "Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    Nasional
    Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

    Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

    Nasional
    Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

    Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

    Nasional
    PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

    PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com