Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Krisis Penyidik, Perlu Ketegasan Presiden

Kompas.com - 06/12/2012, 14:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menilai, kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam membersihkan lembaga-lembaga negara harus didukung lembaga negara lain. Namun, hal itu terlihat tidak dilakukan institusi kepolisian. Polri dinilai setengah hati mendukung KPK dengan tak memperpanjang masa tugas para penyidiknya yang bertugas di KPK.

"Polisi yang menarik penyidik ini jadi terlihat kurang berpihak, belum terlihat mendukung sepenuh hati," ujar Yunus, Kamis (6/12/2012), dalam jumpa pers Transparency International Indonesia (TII) tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, di Hotel Atlet Century, Jakarta.

Yunus mengatakan, selama ini, KPK terkesan seperti bergerak sendiri dalam upaya pemberantasan korupsi. Idealnya, KPK memiliki penyidik independen sendiri. Namun, ia menyadari, KPK membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan penyidik independen. Dengan kondisi ini, KPK bergantung pada penyidik dari kepolisian dan kejaksaan. 

"Jelas ketegasan Presiden diperlukan untuk KPK ya, saat ini belum," ujar anggota Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) itu.

Lebih lanjut, Yunus mengatakan, Peraturan Pemerintah yang mengatur soal penyidik KPK sudah hampir rampung. PP yang memungkinkan adanya penyidik independen KPK itu ditargetkan selesai pada bulan Desember ini.

"Tetapi, sebenarnya menurut saya kalau Polri itu sungguh-sungguh mendukung KPK, yah tidak perlu ada PP. Diperpanjang saja yang ada," katanya.

Sebelumnya, sebanyak 13 penyidik Polri yang bertugas di KPK kembali ditarik Polri. Penarikan penyidik itu dilakukan bersamaan saat KPK menahan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman menilai bahwa itu bukan penarikan, melainkan para penyidik itu kembali ke korps Bhayangkara karena habis masa dinasnya di KPK.

"Kami tidak menarik penyidik, yang ada yang habis masa kerjanya, masa penugasannya, maka akan kembali. Penyidik saya di KPK itu pembina fungsi teknik dan penarikannya merupakan wewenang institusi kepolisian terkait," ujar Sutarman, Rabu (5/12/2012), sesaat sebelum rapat gabungan di Gedung Kompleks Parlemen Senayan.

Sutarman menyatakan, kepolisian siap menyerahkan berapa pun penyidik yang diminta KPK. Menurutnya, Polri, melalui Asisten Polri bidang Sumber Daya Manusia (SDM), sudah mengirimkan surat kepada KPK dan telah mengajukan 30 penyidiknya untuk bertugas di KPK.

"Kami sudah serahkan 30 penyidik kami, tetapi belum ada respons dari KPK. Kami siap mendukung KPK berapa pun meminta," imbuh Sutarman.

Terkait penarikan 13 penyidik yang bersamaan dengan kasus penahanan Irjen Djoko, Sutarman meminta kedua hal itu jangan dikait-kaitkan.

"Itu hanya kebetulan habis. Jangan dikait-kaitkan. Kemarin, kami sudah kirim surat resmi dari SDM ke KPK, tetapi belum ditindaklanjuti," ucapnya.

Baca juga:
SBY Lamban, KPK Terancam Kehilangan 41 Pegawai
Nasib Penyidik KPK di Tangan Presiden

Trimedya: Jangan Jadikan Novel Anak Emas
Polri: Penyidik Tidak Diperpanjang untuk Pembinaan Karir
Busyro: Ada 27 Penyidik KPK yang Tak Diperpanjang Polri
Novel Baswedan Termasuk Penyidik yang Ditarik Polri
Djoko Ditahan, Kapolri Jamin Tak Tarik Penyidik KPK
Djoko Susilo Ditahan, Polri Tarik 13 Penyidik KPK

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Korupsi Korlantas Polri
KPK Krisis Penyidik
.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    Nasional
    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Nasional
    Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

    Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

    Nasional
    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

    Nasional
    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

    Nasional
    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

    Nasional
    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    Nasional
    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Nasional
    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com