Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Perempuan Serukan Golput

Kompas.com - 05/12/2012, 06:45 WIB
Aufrida Wismi Warastri

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com- Kelompok aktivis perempuan di Sumatera Utara menghimbau kaum perempuan dan golongan minoritas untuk golput dalam Pilkada Sumut Maret 2013.

Seruan itu disampaikan jika tidak ada rencana konkret pasangan calon Gubernur Sumut untuk melakukan perbaikan dalam hal penghapusan kekerasan terhadap perempuan (KTP), marjinalisasi perempuan di politik dan fasilitas kesehatan reproduksi perempuan, serta perlindungan kelompok minoritas (agama, suku, orientasi seksual, dan ideologi).     

Demikian disampaikan Dina Lumbantobing, Panitia Pelaksana Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (KTP) yang dimulai 25 November saat hari penghapusan KTP dan berakhir pada Peringatan Hari HAM, Senin(10/12) .

Dina mengatakan, data KTP Januari - Oktober 2012 menunjukkan perempuan yang menjadi korban KTP cenderung meningkat. Jumlah keseluruhan kasus KTP di Sumut mencapai 371 kasus.

Kekerasan fisik menempati urutan pertama mencapai 50,13 persen dan kekerasan seksual 39,62 persen. Ironisnya 47,71 persen menimpa 177 anak perempuan.  

Sementara kasus KTP yang ditangani oleh Women Crisis Center Sinceritas- Pesada mencapai 126 kasus. Angka itu meningkat dibandingkan angka tahun 2011 yang hanya 94 kasus.

KDRT masih menempati posisi tertinggi mencapai 53,17 persen. Ada 18 kasus atau 14,29 persennya merupakan kasus cabul terhadap anak-anak perempuan. 

Dina mengatakan, kondisi politik yang semakin buruk dan kotor telah membuat perempuan secara sadar menyingkir dari partisipasi dan representasi politik sebagaimana yang dapat dilihat dari jumlah perempuan dalam kepengurusan partai politik.

Para perempuan juga kesulitan masuk ke Panwaslu. Di deretan calon Gubernur Sumut serta calon pemimpin di Kabupaten/Kota, tak ada perempuan di sana.

"Perempuan dalam politik ditolak secara sistematis, dan bila masuk, mereka dikorbankan seperti yang dapat dilihat dalam deretan tersangka dan pelaku korupsi  tetapi para aktor utama tidak dapat dibekuk," kata Dina.

Menurut Dina, masuknya perempuan ke ranah politik formal serta kuota yang telah lama diperjuangkan oleh perempuan dan para pihak yang percaya kepada kesetaraan gender telah dipelintir oleh penguasa. Perempuan kemudian dijadikan boneka atau media dalam berbagai bentuk korupsi yang semakin menyengsarakan rakyat.      

Para aktivis dari Pesada, Pakkar, Gemma, Forum Jurnalis Perempuan Sumut, Feminis Muda, KPI Sumut, Hapsari, Kaukus Perempuan, PSGPA UNIMED, YAPIDI, YAK, juga menuntut pemerintah terutama para penegak hukum untuk menerapkan pasal-pasal di dalam UU PKDRT No 23 tahun 2004 serta UU Hak Anak no 23 tahun 2002 dengan konsisten.

Para penegak hukum harus menjatuhkan vonis  bagi para pelaku KTP, khususnya pelaku KDRT dan kekerasan terhadap anak perempuan.

Para penegak hukum yang berpihak pada uang dan penguasa lebih baik dipecat. Selain itu para aktivis menuntut Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk penanganan korban KTP kepada institusi perlindungan perempuan, serta memberi subsidi untuk kondom perempuan sebagai salah satu perlindungan nyata kontrol perempuan terhadap tubuhnya.

Perempuan protes atas kecenderungan subsidi dan upaya-upaya yang lebih mengedepankan perlindungan alat reproduksi laki-laki (kondom laki-laki).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com