Jakarta, Kompas -
Suap pertama dirancang dalam dua pertemuan, yaitu di Pekan Raya Jakarta pada 15 April 2012 dan tanggal 11 Juni 2012 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. Hartati meminta Amran memberi izin lokasi dan membuat beberapa surat rekomendasi untuk beberapa pejabat terkait pengurusan HGU atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) atau PT Hardaya Inti Plantations (HIP) pada lahan 4.500 hektar.
Dana pertama, Rp 1 miliar, diberikan Arim dan Yani Ansori atas perintah Hartati pada 18 Juni 2012 di rumah Amran, Buol. Sebagai bukti peran aktif Hartati, melalui telepon Direktur PT HIP Totok Lestiyo kepada Amran pada 20 Juni 2012, Hartati berterima kasih karena sudah barter Rp 1 miliar dengan surat-surat yang ditandatangani Amran dan Tim Lahan.
”Kemudian, terdakwa meminta bantuan Amran untuk kembali mendapat menerbitkan izin lokasi, membuat rekomendasi untuk memperoleh IUP (izin usaha perkebunan), dan HGU terhadap sisa lahan yang belum memiliki HGU,” papar jaksa Edy Hartoyo.
Hartati juga berharap izin tidak diberikan kepada kompetitor, yaitu PT Sonokeling Buana, karena lahan tersebut masih bagian dari lahan PT HIP atau PT CCM seluas 75.090 hektar. ”Untuk pengurusan tersebut, terdakwa akan memberikan uang Rp 2 miliar kepada Amran. Atas penyampaian terdakwa tersebut, Amran menyampaikan akan membantunya,” papar jaksa.
Uang Rp 2 miliar kemudian diserahkan Gondo Sudjono dan Yani Ansori di Villa Kelurahan Leok, Kabupaten Buol, milik Amran, 26 Juni 2012. Uang dikemas di dua kardus dan dimasukkan mobil Amran.
Hartati didakwa dakwaan alternatif, yaitu mengacu Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan berdasar Pasal 13.
Ancaman dakwaan adalah pidana penjara 1-5 tahun, dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Menanggapi dakwaan jaksa, pihak Siti Hartati Murdaya tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.