Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati: Saya Tidak Punya Jiwa Korupsi!

Kompas.com - 28/11/2012, 11:23 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) Hartati Murdaya Poo kembali membantah disebut menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Menurut Hartati, dia tidak pernah berniat mengabulkan permintaan uang Amran.

"Intinya niat saya menolak. Selaku anggota dewan pembina dan aktivis agama dari kecil, saya tidak punya jiwa korupsi, apalagi itu perbuatan tidak jujur. Tidak mungkin saya lakukan," kata Hartati, sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (28/11/2012).

Persidangan tersebut mengagendakan pembacaan surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Pembacaan dakwaan perkara Hartati tersebut diundur hingga siang nanti. Menurut Hartati, tuduhan KPK kepadanya tidak benar.

Hartati ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dugaan menyuap Amran dengan uang Rp 3 miliar terkait kepengurusan HGU di Buol. Hartati mengaku tidak tahu jika memang ada anak buahnya yang memberikan uang tersebut ke Amran. Uang itu, menurut Hartati, diberikan oleh anak buahnya sebagai sumbangan bagi Amran untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) 2012.

"Apakah itu ada hubungannya dengan HGU (hak guna usaha) atau tidak, saya tidak jelas," ucap Hartati.

Adapun dua anak buah Hartati, yakni Gondo Sudjono dan Yani Anshori, divonis bersalah oleh majelis hakim Tipikor beberapa hari lalu. Gondo dihukum satu tahun penjara, sementara Yani lebih lama enam bulan daripada Gondo. Hartati pun berharap persidangannya ini dapat mengungkap realitas. Hal yang benar, menurut Hartati, Bupati Amran memang mempersulit penerbitan izin usaha perkebunan (IUP) dan HGU lahan seluas 4.500 hektar atas nama PT Cipta Cakra Murdaya dan PT HIP, serta surat-surat terkait HGU dan IUP atas sisa lahan 75.000 hektar yang belum memiliki HGU atas nama dua perusahaan Hartati itu. Pada Desember tahun lalu, tuturnya, Bupati Amran meminta sumbangan untuk pilkada kepada perusahaan. Namun, menurut Hartati, dia tidak mengabulkan permintaan itu. Amran pun, katanya, menciptakan ketegangan-ketegangan di kawasan pabrik PT HIP dan PT CCM di Buol.

"Kebun sampai sebulan enggak operasi, enggak ada pemasukan, pengeluaran sampai miliaran. Kalau ini diperpanjang, maka bulan berikutnya perusahaan tidak bisa membayar gaji karyawan," tutur Hartati.

Sementara Amran membantah menerima suap, apalagi meminta uang kepada Hartati. Amran berdalih kalau uang Rp 3 miliar dari PT HIP itu merupakan sumbangan untuk pilkada.

Baca juga:
Hari Ini, Hartati Jalani Sidang Perdana
Hartati Berharap Persidangan Ungkap Realita

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Nasional
    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    Nasional
    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Nasional
    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Nasional
    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Nasional
    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Nasional
    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Nasional
    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Nasional
    Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

    Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

    Nasional
    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com