Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Penyidik Sebut KPK Rawan, Harus Diselamatkan

Kompas.com - 28/11/2012, 03:09 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Komisaris Polisi (Kompol) Hendy F Kurniawan mengaku khawatir dengan kondisi lembaga antikorupsi tersebut di bawah pimpinan Abraham Samad.

Ia menilai, ada beberapa standard operating procedure (SOP) yang telah ditabrak oleh Abraham.

"Ini KPK sudah rawan karena kompetensi pimpinan, terutama Abraham Samad, ini sudah di luar harapan kami dari awal," ujar Hendy di lingkungan Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2012).

Ia membeberkan beberapa pelanggaran yang terjadi di KPK, di antaranya ketika Abraham Samad menetapkan Miranda S Goeltom dan Angelina Sondakh sebagai tersangka dalam kasus yang berbeda.

Menurut Hendy, saat itu belum ada bukti permulaan yang cukup untuk menjerat keduanya sebagai tersangka dan belum dilakukan ekspos perkara. Surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) saat itu juga belum diterbitkan.

"Penyidik dan jaksa penuntut umum berkeyakinan tidak ada alat bukti dalam kasus itu dan kami sudah tuangkan dalam notulen melalui beberapa gelar, memang tidak ada bukti. Kemudian Abraham serta-merta mengungkap kepada publik bahwa Miranda Goeltom sebagai tersangka. Apakah kami kemudian mau melakukan itu (penyidikan)? Kami digaji oleh rakyat, kami tidak mau munafik," paparnya.

Penetapan tersangka di KPK harus berdasarkan keputusan bersama atau adanya kolektif kolegial. Namun, Hendy mengatakan saat pengumuman Miranda Goeltom sebagai tersangka, beberapa pimpinan juga tidak mengetahuinya.

"Waktu pengumuman itu, tidak semua pimpinan tahu. Ada pimpinan Pak BW (Bambang Widjojanto) yang mencoba mencairkan suasana dengan mempertemukan kami, tetapi dari Abraham sendiri tidak ada yang mau menjelaskan kepada kami," terangnya.

Namun, Hendy yang sudah 4 tahun bertugas di KPK itu, enggan berkomentar dengan anggapan bahwa antara pimpinan di KPK sering bertentangan. "Aduh, kompak tidaknya tanyakan Abraham," terangnya.

Ia juga merasa terganggu saat Abraham mengatakan pada media bahwa kasus Hambalang tinggal menghitung hari dan akan ada tersangka seorang menteri. Ia sendiri mengaku selalu menentang keputusan Abraham yang dianggapnya tidak sesuai prosedur. Beberapa hal itulah, menurutnya, yang harus menjadi bahan evaluasi bagi Abraham dan KPK agar tidak kembali terulang.

"Dulu saya keras, sampai saya tunjuk-tunjuk Abraham Samad dan sekarang di Century itu diulangi lagi. Kalau begitu masyarakat harus bisa menilai, ada apa dengan KPK? Apakah sedang ingin dirobohkan dari dalam? Ini harus diselamatkan," terangnya.

Hendy mengaku terpaksa mengungkapkan hal tersebut kepada publik untuk perbaikan di KPK. Sebagai mantan penyidik, ia merasa ada tanggung jawab moril untuk mengkritisi lembaga penegak hukum tersebut.

"Kami ini beban moral untuk berkata yang sebenarnya. Jangan kemudian kami digaji besar, kami tidak profesional. Kami ingin menunjukkan dulu bahwa kami ini mampu. Mungkin Samad ini hanya cari popularitas murahan dengan janji-janji ke DPR," terangnya.

Hendy sendiri termasuk mantan penyidik yang ikut dalam pertemuan dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu. Ia memang mengungkapkan beberapa pengalamannya saat di KPK, tetapi perihal soal penyadapan, tidak dijelaskannya secara teknis. Hendy membantah pengakuannya tersebut untuk melemahkan KPK.

"Saya mengungkap ini sebagai mantan penyidik KPK dan saya mempunyai tanggung jawab besar untuk menyelamatkan KPK dari tindakan-tindakan yang berefek untuk citra maupun KPK masa depan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

    Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

    Nasional
    Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

    Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

    Nasional
    Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

    Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

    Nasional
    Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

    Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

    Nasional
    RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

    RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

    Nasional
    Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

    Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

    Nasional
    Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

    Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

    Nasional
    Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

    Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

    Nasional
    Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

    Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

    Nasional
    Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

    Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

    Nasional
    Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

    Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

    Nasional
    Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

    Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

    Nasional
    Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

    Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

    Nasional
    Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

    Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

    Nasional
    KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

    KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com