Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksepsi Ditolak. Pemeriksaan Kasus Neneng Dilanjutkan

Kompas.com - 22/11/2012, 21:02 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan pihak terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya Neneng Sri Wahyuni. Dengan demikian, persidangan kasus Neneng dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

Hal ini merupakan amar putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Tati Hardiyanti dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/11/2012). Menurut majelis hakim, surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sudah sesuai dengan ketentuan sehingga dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara dalam persidangan. "Dengan demikian, memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan ini," kata Tati.

Majelis hakim menolak keberatan pihak Neneng yang menyatakan dakwaan jaksa tidak jelas, kabur, dan kurang cermat. Menurut majelis hakim, surat dakwaan jaksa sudah memenuhi persyaratan sesuai engan Pasal 143 KUHAP. Surat dakwaan tersebut, dianggap telah secara runtun menguraikan perbuatan yang didakwakan kepada Neneng.

"Perbuatan per perbuatan sampai pada memperkarakan yang dapat menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 miliar," kata hakim Pangeran Napitupulu.

Selain itu, hakim menilai kalau sebagian nota keberatan Neneng sudah masuk materi perkara yang harus dibuktikan melalui pemeriksaan di persidangan. Misalnya, terkait poin eksepsi Neneng yang mempertanyakan mengapa penyidik KPK tidak menetapkan mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yualianis sebagai tersangka, padahal Yulianis disebut membagi-bagikan uang kepada pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga. Demikian juga dengan alibi Neneng yang membantah disebut sebagai Direktur Keuangan Grup Permai.

"Dalil bahwa KPK tidak hanya menahan terdakwa, ibu tiga orang anak di basement, tetapi juga merekayasa posisi terdakwa menjadi direktur keuangan padahal hanya rumah tangga biasa sehingga meminta dijadikan tahanan kota. Majelis tidak dapat mengabulkan permohonan tersebut dan sudah menolak permintaan pindah tahanan pada persidanga yang lalu," ungkap hakim Pangeran.

Dalam nota eksepsinya yang dibacakan pengacara Elza Syarief pada persidangan sebelumnya, Neneng mengaku hanya berperan sebagai ibu rumah tangga biasa. Dia mengaku tidak tahu urusan perusahaan suaminya, Muhammad Nazaruddin, apalagi mengintervensi pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi seperti yang didakwakan jaksa.

Sebelumnya, jaksa KPK mendakwa Neneng melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008. Baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, Neneng dianggap melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.

Menurut surat dakwaan yang disusun jaksa, Neneng melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Depnakertrans. Dalam pelaksanaan proyek, Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari perusahaan pemenang tender, yakni PT Alfindo Nuratama Perkasa, kepada PT Sundaya Indonesia sehingga menimbulkan kerugian negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com