Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buku Benang Kusut "Selingkuh" Kapitalis Tembakau Diluncurkan

Kompas.com - 21/11/2012, 23:51 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com--Buku yang mengurai benang kusut "selingkuh" industri dan kampanye tembakau oleh kapitalisme global diluncurkan di Denpasar, Rabu petang.

"Dalam buku ini memberikan gambaran terang bagi kita tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi dan pada akhirnya bagaimana posisi Indonesia sebagai sebuah entitas negara penghasil tembakau, yang masyarakatnya mengkonsumsi produk tembakau, yang memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, di dalam pertarungan global," kata Okta Pinanjaya, penulis buku berjudul "Muslihat Kapitalis Global: Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS" memaparkan.

Buku itu berisi tentang perang tembakau secara global yang  berlangsung sejak Perang Dunia.

"Kini kelompok yang menamakan diri antirokok semakin kuat menancapkan kukunya lewat berbagai regulasi yang dibuat di sejumlah negara. Regulasi-regulasi itu turut didorong oleh Badan Kesehatan Dunia WHO, terutama lewat Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC," ucapnya yang menulis buku bersama Waskito Giri Sasongko itu.

Sayangnya, ucap dia, tidak serta-merta apa yang ada di dalam FCTC itu bertujuan mulia demi kesehatan. Menurut Okta, ada tujuan-tujuan terselubung di balik upaya pengendalian tembakau di seluruh dunia, yang muaranya adalah sebuah pertarungan kapitalis global untuk memperebutkan pasar tembakau.

Lebih jauh, isi klausul FCTC ternyata lebih berbicara pokok soal pengendalian suplai tembakau pada tingkat hulu, pengendalian produksi dan distribusi pada tingkat hilir, beserta serangkaian kebijakan pendanaan sektor keuangan di tingkat global, daripada secara serius bermaksud sungguh-sungguh mewujudkan sistem kesehatan yang terjangkau oleh seluruh masyarakat dunia.

"Kemudian, ditengah gencarnya kampanye global anti-tembakau oleh rezim kesehatan yang juga di ikuti oleh rezim tembakau, industri farmasi mulai masuk ke dalam era baru perlombaan riset dan pengembangan teknologi. Besarnya angka konsumen tembakau (rokok) dunia di tengah-tengah euforia anti-tembakau, menciptakan ’emerging market’ bagi strategi diversifikasi produknya dengan menghadirkan Nicotine Replacement Therapy (NRT) untuk memenuhi permintaan berhenti merokok.

Tembakaupun menjadi salah satu sumber daya industri kesehatan untuk pengembangan riset dan teknologinya. Dewasa ini, dikenal dengan istilah Tobacco Pharming, sebuah konsep budi-daya tembakau lewat pendekatan Genetic Modification (GM), untuk kepentingan bahan baku produksi farmasi.

Tidak berhenti sampai di situ, korporasi-korporasi tembakau juga ikut dalam perlombaan ini, lewat pendirian divisi-divisi riset khusus tembakau dan juga konsolidasi Merger & Acquisition terhadap perusahaan-perusahaan farmasi yang bukan saja memanfaatkan tembakau sebagai produk farmasi, namun dengan pendekatan teknologi yang sama, mempertahankan tradisi rokok yang bebas isu kesehatan.

Okta melihat fakta itu sebagai ancaman sekaligus potensi, bahwa tembakau tidak semata-mata ditempatkan sebagai musuh kesehatan manusia, tetapi juga ditempatkan sebagai dewa penyelamat.

"Indonesia sebagai bagian dari 10 besar produsen tembakau dunia dan tiga besar konsumen tembakau dunia, perlu meletakan persoalan industri tembakaunya, khususnya industri kretek nasional ke dalam kerangka yang utuh. Tidak hanya terbawa arus kecenderungan anti-tembakau global, dan kemudian menyerahkan industri tembakaunya untuk dikuasai kapitalis-kapitalis asing," ucapnya.

Pada peluncuran ini sekaligus dilakukan bedah buku dengan pembicara Okta Pinanjaya (penulis buku), Wilson (sejarawan), dan Dr Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun (budayawan).

Buku setebal 197 halaman ini diterbitkan oleh Indonesia Berdikari tahun 2012 dan cetakan pertama sebanyak 1.000 eksemplar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com