Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Kamnas Bisa Menjadi Bencana bagi Rakyat

Kompas.com - 19/11/2012, 02:25 WIB

Jakarta, Kompas - Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional dinilai mengancam kehidupan berdemokrasi dan mengkhianati martabat rakyat. Penguasa dengan menggandeng militer diberi kekuasaan untuk menjadi totaliter. Karena itu, Panitia Khusus RUU Kamnas di DPR diminta menunda pembahasan RUU itu hingga dilakukan perubahan filosofi dan penulisan yang lebih baik.

Hal itu terungkap dalam konferensi pers bersama ”Menolak RUU Kamnas”, Minggu (18/11) di Jakarta. Hadir dalam konferensi pers antara lain Al Araf dari Imparsial, Romo Benny Susetyo dari Konferensi Waligereja Indonesia, peneliti militer Jaleswari Pramodhawardani, KH Maman Imanulhaq, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, sosiolog Thamrin Amal Tamagola, mantan anggota Komnas HAM MM Billah, mantan anggota DPR Ignatius Suprapto, Hendardi dari Setara Institute, Andar Nubowo dari Angkatan Muda Muhammadiyah, Agus Sudibyo dari Dewan Pers, Usman Hamid dari Kontras, sosiolog Otto Syamsuddin Ishak, dan mantan jaksa Chairul Imam.

RUU Kamnas dinilai prematur dengan formulasi yang buruk mulai dari filosofi sampai penulisannya. Meski pemerintah menyatakan telah mencabut beberapa pasal, secara umum RUU itu tidak hanya tumpang tindih dengan UU keamanan lain, tetapi juga tidak menyelesaikan masalah. Bahkan, RUU Kamnas ini memiliki 40 pasal bermasalah dan berpotensi untuk penyalahgunaan kekuasaan. Usman Hamid menyoroti Pasal 1 yang mendefinisikan ideologi sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan pengerahan pasukan. Pasal 14 juga dianggap berlebihan karena kerusuhan sosial ada dalam ranah hukum sehingga cukup diatasi Polri.

RUU Kamnas ini juga sarat dengan muatan kepentingan rezim untuk mempertahankan kekuasaannya pada 2014 dan menyudutkan rakyat sebagai penderita dari eksploitasi kapitalisme global yang menggunakan militer sebagai pengawalnya.

Menurut Jaleswari, harus dibuat ulang dari kerangka paling mendasar, yaitu definisi pertahanan, keamanan internal, dan ranah publik. Seakan-akan negara dalam keadaan darurat. Padahal, kata Ignatius Suprapto, masalah dalam negeri tidak bisa dilihat sebagai ancaman, tetapi gangguan hukum.

Agus Sudibyo mendorong agar media melakukan gerakan penolakan lebih masif karena pers sangat terancam. (EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com