JAKARTA, KOMPAS.com — Dari ingar-bingar panggung keartisan, Rhoma Irama memutuskan terjun ke panggung politik. Meski bukan pendatang baru, keputusan Rhoma memasuki panggung politik kali ini terbilang berani lantaran si raja dangdut itu serius menyatakan diri siap menjadi calon Presiden, orang nomor satu negeri ini.
Rhoma mengaku kesiapannya menjadi capres lantaran didorong oleh para ulama yang merasa pemimpin yang ada saat ini tidak merepresentasikan umat Islam. Meski mengundang banyak keraguan, Rhoma tak gentar. Ia bahkan menilai hujatan orang lain terhadap dirinya adalah vitamin penambah energi. Saat ditemui di Jakarta pada Selasa (13/11/2012), Rhoma menceritakan panjang lebar soal latar belakang pencalonannya itu dan apa yang akan diperbuatnya nanti begitu resmi diusung menjadi calon presiden.
Berikut kutipan wawancaranya.
T: Banyak pihak yang mulai mencalonkan Bang Rhoma untuk maju sebagai capres. Apa Anda sudah siap maju sebagai RI 1?
J: Saya ingin katakan bahwa jabatan presiden buat saya itu bukan jabatan yang menggiurkan yang harus dikejar, apalagi harus bayar, tetapi sebuah jabatan yang menakutkan karena presiden itu merupakan tanggung jawab sangat besar karena setiap napas harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan bangsa. Posisi saya di sana adalah posisi yang harus tampil karena desakan ulama dan umat. Kenapa mendesak, karena beliau-beliau melihat capres mendatang tidak ada figur yang merepresentasikan umat Islam, sementara umat Islam mayoritas. Begitu mereka mendesak agar ada representatif umat yang tampil.
Kedua, keterpanggilan saya. saya melihat semakin hari demokrasi kita sudah kebablasan keluar dari komitmen falsafah Pancasila yang dicita-citakan founding fathers kita. Kita sudah jauh dari nilai ketuhanan, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, dan jauh dari nilai persatuan.
Indikasinya tidak ada sopan santun dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara. Seorang kepala negara boleh dicaci maki, disamakan dengan kerbau, drakula, tanpa ada sanksi hukum. Sementara presiden itu simbol negara. Kalau rakyat sudah mencaci maki presidennya, berarti dia menghina negaranya. Kalau presiden sudah seenaknya bisa dicaci maki, rektor dosen bisa seenaknya dicaci maki. Guru-guru juga tidak punya wibawa lagi kepada muridnya. Terjadilah demoralisasi.
Tawuran antarmahasiswa, antarkomponen bangsa karena tidak ada lagi nilai moral karena kita sudah hanyut dalam demokrasi yang permisif, serbaboleh. Saya ingin kembalikan bangsa ini untuk kembali kepada Pancasila. Yang semula kita bangsa religius, sekarang kita bangsa sekuler. Yang semula kita bangsa sopan santun, ramah, jadi bangsa yang beringas, yang emosional. Ini faktor keterpanggilan saya.
T: Jadi, ini sebenarnya desakan ulama atau keterpanggilan sendiri?
J: Desakan ulama dan desakan politisi Senayan. Dulu tidak pernah ada keinginan jadi capres. Tahun 2004, saya didorong untuk mencalonkan, tahun 2009, saya bahkan diminta jadi cawapres, tetapi saya tidak terobsesi. Sampai saya katakan kepada para ulama, apakah tidak ada figur lain selain saya yang bisa saya usung bersama? Dijawabnya, Anda telah jadi ikon dari umat, hanya Anda yang bisa persatukan umat Islam, dan hanya Anda yang bisa membawa visi dan misi umat Islam. Bahkan, setiap kita kumpul, bahasanya, Anda "wajib, wajib, wajib" sudah bukan harus lagi untuk maju karena tidak ada yang bawa aspirasi Islam.
T: Mengapa akhirnya Anda terjun ke politik yang banyak disebut keras?
J: Islam itu mencakup semua hal, termasuk politik itu sendiri. Kalau ada yang bilang jangan terjun ke politik, itu salah besar karena politik itu bagian kecil dari Islam. Saya rasa tidak ada karpet merah untuk perjuangan. Berjuang mencari keadilan itu pasti beronak berduri. Seorang pejuang harus siap menghadapi itu. Karena tidak ada nabi yang tidak dihujat, bahkan dibunuh, termasuk keyakinan umat Kristiani, Yesus pun dibunuh. Itulah konsekuensi seorang pejuang, bukan karena hujatan harus mundur. Buat saya hujatan itu vitamin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.