JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Farouk Muhammad, mengungkapkan, kasus korupsi pengadaan simulator SIM dan korupsi pelat nomor kendaraan bermotor (PNKB) di Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri) sarat kepentingan politis. Pasalnya, kedua kasus tersebut terjadi menjelang pergantian presiden dan kepala Polri di tahun 2014.
"Saya tidak yakin korupsi itu hanya melibatkan lingkaran dalam Korlantas. Semua ini tidak lepas dari hubungan polisi dan politik. KPK harus jeli melihat hubungan ini karena secara teoretis ada segmentasi politik yang terlibat," kata Farouk di kantor The Indonesian Institute, Jakarta, Rabu (14/11/2012).
Farouk mengatakan, kedua kasus korupsi yang menjerat Korlantas bukan penyalahgunaan profesi. Kasus itu, lanjutnya, adalah kesalahan level manajerial. Sebab, korupsi terjadi pada bagian pengadaan barang dan jasa. Profesi polisi lalu lintas, terangnya, tidak dapat dipersalahkan publik atas kedua kasus itu.
"Harus dibedakan, profesi dan manajerial. Profesi polisi lalu lintas sudah banyak yang sesuai (kode etik profesi)," pungkasnya.
Ia melanjutkan, KPK dapat segera mengambil alih kasus pelat nomor kendaraan bermotor. Namun, pengambilalihan tersebut harus didahului dengan penyelesaian kasus simulator. Menurutnya, kasus simulator berkaitan dengan pelat nomor. Oleh sebab itu, ia yakin KPK dapat dengan mudah membongkar kasus itu.
Sebelumnya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Sutarman mempersilakan KPK menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan PNKB. Korupsi PNKB Korlantas diduga merugikan negara sebesar Rp 500 miliar. Angka ini jauh lebih besar dari nilai proyek pengadaan simulator SIM Korlantas yang merugikan negara Rp 196 miliar.
"Pelaku pelaksana kasus itu kan orangnya sama dengan yang sedang disidik KPK. Seluruhnya, silakan disidik kalau pengembangan kasus mengarah ke pelat nomor," kata Sutarman di Ditjen Imigrasi, Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Berita terkait dapat diikuti di:
Korlantas Gugat KPK
Dugaan Korupsi Korlantas Polri
Polisi VS KPK