Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Ada Mafia, Grasi Pasti Lebih Banyak

Kompas.com - 13/11/2012, 20:58 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin membantah ada mafia narkotika di lingkungan Istana terkait pemberian grasi untuk narapidana kasus narkotika Meirika Franola alias Ola (42). Amir memakai dasar jumlah pemberian grasi selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Selama delapan tahun terakhir, kata Amir, ada 126 permohonan grasi dari narapidana kasus narkotika yang diterima Presiden. Dari permohonan itu, hanya 19 yang dikabulkan. Sebanyak 10 orang di antaranya anak kecil dan tiga orang asing.

"Ada 107 ditolak. Bisa dibayangkan yah. Kalau ada orang yang mengatakan mafia bermain, sudah pasti lebih banyak yang dikabulkan daripada yang ditolak. Tidak mungkin anak kecil yang dikabulkan, tentu bandar yang dikabulkan kalau itu ada mafia," kata Amir di Istana Negara Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Amir juga membantah jika grasi untuk terpidana narkotika hanya ada di pemerintahan SBY. Data membuktikan, kata politisi Partai Demokrat itu, banyak terpidana narkoba yang sampai dibebaskan ketika pemerintahan sebelum SBY.

"Tetapi tidak sedikitpun alasan bagi kita untuk mengolok-olok atau mencela Presiden siapapun yang memberikan grasi itu. Karena itu adalah sakral yang diberikan konstitusi kepada Presiden," kata Amir.

Ketika disinggung sikap Mahkamah Agung yang tidak merekomendasikan Ola untuk diberikan grasi, menurut Amir, di sisi lain MA memberikan rekomendasi kepada napi narkotika lain. Lalu, mengapa Presiden tidak memakai masukan MA itu? Amir menjawab, hal itu adalah hak prerogatif Presiden.

"Tidak ada kewajiban Presiden untuk mengikuti pendapat MA ataupun pihak- pihak lain yang diminta pendapat. Presiden itu punya kehati-hatian dan pertimbangan sendiri," kata Amir.

Praduga tak bersalah

Amir meminta agar saat ini jangan ada penghakiman terhadap Ola lantaran proses hukum masih berjalan. Jika memang Ola nanti terbukti menjadi otak penyeludupan narkoba, Amir meminta agar perakara Ola itu tidak dikaitkan dengan pemberian grasi selama ini.

"Dia (Ola) telah mengkhianati kebaikan hati Presiden. Biarlah nanti dia yang bertanggungjawab. Kalau dia melakukan itu, kenapa Presiden yang dipersalahkan?" pungkas Amir.

Seperti diberitakan, setelah mendapat grasi dari hukuman mati menjadi seumur hidup, Ola diduga menjadi otak penyelundupan sabu seberat 775 gram dari India ke Indonesia berdasarkan temuan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Menurut BNN, sabu 775 gram itu dibawa oleh kurir, NA (40), dengan menumpang pesawat. NA, yang seorang ibu rumah tangga, ditangkap BNN di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober lalu.

Pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kg kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London, 12 Januari 2000.

Ikuti polemik grasi untuk narapidana narkoba di topik "Grasi Terpidana Narkoba".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Sebut Sudah Bertemu Beberapa Tokoh, Gibran: Gong-nya Hari Ini Ketemu Wapres Ma’ruf Amin

Nasional
Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPTK

Anggota Dewas Akui Dilaporkan Wakil Ketua KPK karena Koordinasi dengan PPTK

Nasional
Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Prabowo: Pers Bagian Penting Demokrasi meski Kadang Meresahkan

Nasional
Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Prabowo: Pertandingan Selesai, di Dalam atau Luar Pemerintahan Harus Rukun

Nasional
Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Gibran Dijadwalkan Bertemu Wapres Ma'ruf Amin Sore Ini

Nasional
Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Prabowo Tiba di DPP PKB, Disambut Cak Imin dengan Karpet Merah

Nasional
Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Mahfud Sebut Mulai Buka Komunikasi dengan Banyak Pihak yang Sengaja Ditutup Selama Pilpres 2024

Nasional
Mahfud Baru Tahu Ada Undangan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran 30 Menit Sebelum Acara

Mahfud Baru Tahu Ada Undangan Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran 30 Menit Sebelum Acara

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Nasional
Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Nasional
Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Nasional
Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Nasional
Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Nasional
Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Nasional
1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com