Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Balita Ini Menanti Kartu Sehat Jokowi

Kompas.com - 13/11/2012, 19:50 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Achmad Tarmizi lemas tak berdaya ketika dokter ahli penyakit jantung menyatakan anak bungsu mereka harus menjalani operasi jantung. Dari mana ia bisa mencukupi biaya pengobatan penyakit ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengusik pikiran Achmad dan istrinya, Farida, selama enam bulan terakhir. Setengah tahun lalu, putra bungsu mereka bernama Andiz Shafin Aizyah (kini 16 bulan) divonis mengalami kelainan jantung.

"Kata dokter, bilik, serambi, dan katup jantungnya cuma satu. Ukuran jantungnya juga besar sekali, jadi harus dioperasi," kata Farida saat ditemui di rumah mereka di Jalan Mujair Dalam RT 02 RW 08 Jati Pandang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (13/11/2012) sore.

Dokter ahli di Rumah Sakit Harapan Kita, Tomang, Jakarta Barat, menganjurkan Shafin menjalani dua kali operasi dan dipasangi kateter. Ini yang membuat kepala Achmad pusing tujuh keliling. Menurut dokter, biaya sekali operasi Rp 50 juta. Kalau dua kali, jadi Rp 100 juta. Adapun biaya pemasangan kateter Rp 10 juta. Total biaya itu Rp 110 juta, belum termasuk biaya lain-lain.

Farida telah melihat ketidakwajaran pada putranya sejak masih bayi. Selain pertumbuhannya lamban, tak bisa merangkak, duduk, apalagi berjalan, jari-jari tangan dan kaki Shafin berwarna kebiruan. Salah seorang tetangga menasihati keduanya untuk membawa Shafin ke rumah sakit karena menduga ada gejala penyakit jantung pada bayi itu.

Anjuran itu baru dipenuhi setahun lalu. Shafin diperiksakan ke seorang dokter anak di RS Mitra Keluarga, Depok. Dari hasil diagnosis awal dan kemudian hasil rontgen, dokter itu langsung merujuk Shafin ke RS Harapan Kita. Ida dan Achmad pun langsung mengantar anaknya ke rumah sakit rujukan. Di sanalah, Shafin divonis memiliki kelainan pada organ jantung.

Farida dan Achmad hanya bisa pasrah. Achmad hanyalah seorang petugas satpam Bank Bukopin dengan pendapatan per bulan lebih kurang Rp 2 juta. Adapun Farida berstatus ibu rumah tangga tanpa penghasilan. Rumah yang ditempati bersama tiga buah hati mereka, Demiz Arya (7), Nilan Sharliz (3,5), dan Shafin adalah rumah milik orangtua Achmad.

Dengan kondisi Shafin yang hanya tergolek lemah di tempat tidur, orangtuanya harus mengeluarkan biaya perawatan ekstra untuk si bungsu. "Enggak bisa makan nasi atau bubuk atau makanan lain. Bisanya cuma biskuit yang dihalusin sama susu," ujar Ida.

Harapan muncul pada keluarga kecil itu saat mendengar Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebagai program andalan Pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Joko Widodo atau Jokowi. Keluarga Farida dan Achmad berharap KJS bisa dipakai untuk berobat penyakit jantung secara gratis, seperti yang dijanjikan oleh Jokowi. Sayangnya, distribusi kartu tersebut belum sampai ke wilayah kediaman Ida dan Achmad, Kecamatan Pasar Minggu.

Kini Ida menanti dengan penuh harap akan kehadiran KJS. Ia menaruh impian dan masa depan anaknya pada kartu "sakti" itu, kartu yang sebelumnya sudah diterapkan Jokowi di Solo. "Harapan saya dan suami, kartu sehat bisa membantu pengobatan adek dan bisa lebih cepat sampai ke sini ya," harap Ida.

Berita terkait dapat diikuti di topik: 100 HARI JOKOWI-BASUKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com