Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Harus Selidiki Rekomendasi Grasi Ola

Kompas.com - 08/11/2012, 18:11 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai harus memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan internal terkait pemberian grasi untuk terpidana kasus narkotika, Meirika Franola alias Ola (42). Kasus baru yang melibatkan Ola dinilai sebagai bukti bahwa Istana Negara telah disusupi sindikat kejahatan narkoba.

"Yang berupaya memperjuangkan keringanan hukuman anggota sindikat. Saran saya, Presiden perlu memerintahkan sebuah penyelidikan internal untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam merekomendasikan grasi untuk Ola," kata anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, melalui pesan singkat, Kamis (8/11/2012).

Bambang menilai Presiden kecolongan terkait kasus terbaru Ola. Dia meyakini ada kesepakatan antara orang-orang kepercayaan Presiden dan pengacara Ola. Menurut dia, ke depan, Presiden harus waspada terhadap orang-orang sekitar.

"Ketika menanggapi kecaman publik atas grasi Ola, para pembantu Presiden mengatakan bahwa grasi diberikan karena alasan kemanusiaan. Kini terbukti bahwa alasan pertimbangan kemanusiaan itu hanya dibuat-buat untuk sekadar menjaga reputasi dan kredibilitas Presiden. Dalam kasus ini, SBY lengah," kata anggota Partai Golkar itu.

Anggota Komisi III DPR lain, Ahmad Basarah, mengatakan, perlu ada penelitian atas proses, prosedur, dan pemberian grasi selama ini. Dengan demikian, publik bisa mengerti apa saja yang menjadi pertimbangan bagi Presiden dalam memberikan grasi.

"Grasi itu memang hak prerogatif Presiden. Tetapi sebelum berkas permohonan grasi sampai Presiden, kan melewati staf-stafnya. Tidak menutup kemungkinan stafnya bermain dengan jaringan narkoba," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Seperti diberitakan, berdasarkan temuan Badan Narkotika Nasional (BNN), Ola diduga menjadi otak penyelundupan sabu seberat 775 gram dari India ke Indonesia. Padahal, Ola telah menerima grasi, yakni pengurangan hukuman dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup atas kasus sebelumnya.

Menurut BNN, sabu 775 gram itu dibawa oleh kurir, NA (40), dengan menumpang pesawat. NA, yang seorang ibu rumah tangga, ditangkap BNN di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober lalu.

Pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London, 12 Januari 2000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

    Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

    Nasional
    Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

    Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

    Nasional
    Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

    Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

    Nasional
    Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

    Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

    Nasional
    Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

    Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

    Nasional
    Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

    Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

    Nasional
    Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

    Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

    Nasional
    Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

    Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

    Nasional
    2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

    2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

    Nasional
    Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

    Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

    [POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

    Nasional
    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Nasional
    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Nasional
    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com