JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai harus memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan internal terkait pemberian grasi untuk terpidana kasus narkotika, Meirika Franola alias Ola (42). Kasus baru yang melibatkan Ola dinilai sebagai bukti bahwa Istana Negara telah disusupi sindikat kejahatan narkoba.
"Yang berupaya memperjuangkan keringanan hukuman anggota sindikat. Saran saya, Presiden perlu memerintahkan sebuah penyelidikan internal untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam merekomendasikan grasi untuk Ola," kata anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, melalui pesan singkat, Kamis (8/11/2012).
Bambang menilai Presiden kecolongan terkait kasus terbaru Ola. Dia meyakini ada kesepakatan antara orang-orang kepercayaan Presiden dan pengacara Ola. Menurut dia, ke depan, Presiden harus waspada terhadap orang-orang sekitar.
"Ketika menanggapi kecaman publik atas grasi Ola, para pembantu Presiden mengatakan bahwa grasi diberikan karena alasan kemanusiaan. Kini terbukti bahwa alasan pertimbangan kemanusiaan itu hanya dibuat-buat untuk sekadar menjaga reputasi dan kredibilitas Presiden. Dalam kasus ini, SBY lengah," kata anggota Partai Golkar itu.
Anggota Komisi III DPR lain, Ahmad Basarah, mengatakan, perlu ada penelitian atas proses, prosedur, dan pemberian grasi selama ini. Dengan demikian, publik bisa mengerti apa saja yang menjadi pertimbangan bagi Presiden dalam memberikan grasi.
"Grasi itu memang hak prerogatif Presiden. Tetapi sebelum berkas permohonan grasi sampai Presiden, kan melewati staf-stafnya. Tidak menutup kemungkinan stafnya bermain dengan jaringan narkoba," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Seperti diberitakan, berdasarkan temuan Badan Narkotika Nasional (BNN), Ola diduga menjadi otak penyelundupan sabu seberat 775 gram dari India ke Indonesia. Padahal, Ola telah menerima grasi, yakni pengurangan hukuman dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup atas kasus sebelumnya.
Menurut BNN, sabu 775 gram itu dibawa oleh kurir, NA (40), dengan menumpang pesawat. NA, yang seorang ibu rumah tangga, ditangkap BNN di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober lalu.
Pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kilogram kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London, 12 Januari 2000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.