JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak meminta maaf atas sikapnya memberikan grasi kepada narapidana kasus narkotika yang dinilai tidak layak menerima hak konstitusi Presiden itu. Presiden dinilai teledor dan mengobral grasi.
"SBY sepatutnya meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena telah teledor mengobral grasi," kata anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Indra melalui pesan singkat, Selasa (6/11/2012).
Indra menyikapi penerima grasi Meirika Franola alias Ola (42) diduga menjadi otak penyelundupan sabu 775 gram dari India ke Indonesia. Sabu itu dibawa oleh kurir, NA (40), dengan menumpang pesawat. NA, yang seorang ibu rumah tangga, ditangkap Badan Narkotika Nasional di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, 4 Oktober lalu.
Indra mengecam pemberian grasi kepada Ola maupun gembong narkotika lainnya. Apapun alasannya, kata dia, seharusnya tidak boleh ada kompromi kepada para bandar narkoba.
Kebijakan pemerintah yang lunak dan berkompromi dengan bandar narkoba, tambah Indra, berdampak luas, yakni semakin maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Tidak ada efek jera kepada para bandar.
Indra menambahkan, Ola harus diproses dengan kasus barunya itu. Jika terbukti di persidangan, Ola sangat layak untuk dihukum mati. "Ketika nanti Ola kembali dijatuhkan hukuman mati, SBY jangan coba-coba kembali memberikan grasi," kata dia.
Seperti diberitakan, keterlibatan Ola diungkapkan Kepala BNN Jawa Barat Anang Pratanto. Saat ditangkap, NA baru tiba dari India dengan membawa tas punggung yang di dalamnya diselipkan sabu seberat 775 gram. "NA dikendalikan oleh Ola, napi kasus narkoba, yang belum lama ini memperoleh grasi," kata Anang.
Pada Agustus 2000, Ola bersama dua sepupunya, Deni Setia Maharwa alias Rafi Muhammed Majid dan Rani Andriani, divonis hukuman mati. Mereka terbukti bersalah menyelundupkan 3,5 kilogram heroin dan 3 kg kokain melalui Bandara Soekarno-Hatta ke London, 12 Januari 2000 .
Belum lama ini, Ola yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Tangerang memperoleh grasi sehingga vonis hukuman mati yang harus dijalaninya diringankan menjadi hukuman seumur hidup. Grasi ini juga diperoleh Deni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.