Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dusta Hambalang

Kompas.com - 03/11/2012, 02:39 WIB

Dengan berahasia, imoralitas kejahatan berusaha dibungkus rapat di luar dunia nyata oleh para pelakunya. Sebagaimana ditunjukkan Simmel, rahasia memang merupakan suatu ekspresi sosiologis keburukan moral.

Pengkhianatan akan kepercayaan

Berbeda dengan organisasi rahasia, negara demokratis menyelenggarakan kekuasaan secara transparan. Berlawanan dengan ketertutupan, kepublikan justru menuntut keterbukaan. Transparansi akan memastikan kontrol publik atas penyelenggaraan kekuasaan negara. Kontrol yang kuat akan mendorong pertanggungjawaban kekuasaan. Pada gilirannya, kekuasaan yang akuntabel memiliki legitimasi yang kukuh.

Para penyelenggara negara mesti memahami bahwa semakin keras mereka berusaha menutupi fakta dari pengetahuan publik, semakin besar keraguan terhadap akuntabilitas kekuasaan mereka. Kasus korupsi proyek Hambalang merupakan ujian nyata bagi akuntabilitas tersebut.

Jika para pemegang kekuasaan berusaha melindungi pelaku korupsi, niscaya terdapat cacat moral dalam kekuasaan mereka. Sebaliknya, jika seluruh komponen kekuasaan mampu menyelenggarakan kehidupan negara secara penuh tanggung jawab, niscaya legitimasi kekuasaan mereka semakin kuat.

Cukup sering bahwa para penjaga rahasia terperosok menjadi pendusta demi membatasi pengetahuan publik. Kebenaran sengaja disamarkan. Jika perlu, dimunculkan fakta rekaan untuk mengecoh publik. Dalam kasus ini, kalkulasi tentang konsekuensi terbukanya persekongkolan korupsi membuat sebagian orang memilih berdusta menutupi rahasia.

Meski demikian, terdapat dua kemungkinan pada rahasia: bahaya eksternal bahwa rahasia itu akan terbongkar berkelindan dengan bahaya internal bahwa seseorang akan mengungkapkannya. Terbongkarnya suatu rahasia kejahatan, dengan begitu, tidak selalu karena pengkhianatan para kolaborator. Kegigihan para penegak hukum dapat saja menguak suatu rahasia kejahatan. Ini berarti, pengungkapan kasus korupsi proyek Hambalang lebih menuntut keahlian dan kesungguhan para penegak hukum ketimbang kerelaan saksi dan terdakwa mengungkapkan fakta.

Sesungguhnya dusta berdampak signifikan dalam kehidupan negara. Bagaimana tidak, publik mengamanatkan kekuasaan negara kepada para pejabat dengan suatu pengandaian bahwa mereka layak dipercaya. Kepercayaan bahwa publik tidak dikhianati kiranya membuat kehidupan berjalan normal dan baik. Tidaklah perlu, misalnya, setiap orang memastikan setiap saat bahwa seluruh pejabat publik tidak berdusta dan korup.

Namun, pengkhianatan akan kepercayaan oleh para pejabat korup berakibat nyata dan meluas. Bangunan milik publik runtuh bahkan sebelum sempat digunakan. Kemiskinan menggejala di tengah berlimpahnya sumber daya. Ketimpangan meluas karena kesempatan sosial terhambat, dan seterusnya.

Dampak korupsi, sebagai suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan publik, tidak terbatas pada mereka yang terkait langsung. Korupsi menggerogoti kemanfaatan publik, korupsi mendustakan amanat kekuasaan.

Bagaimana apabila suatu negara dikelola dengan penuh dusta? Dusta tidak mungkin dijadikan landasan beroperasinya suatu kekuasaan negara. Jika ucapan tidak sejalan dengan tindakan, dan tindakan dikosongkan dari maknanya untuk kemanfaatan publik, tiada keabsahan bagi kekuasaan negara semacam itu. Patut disadari bahwa legitimasi ditentukan lebih oleh komitmen pada pengelolaan kekuasaan negara secara jujur ketimbang sekadar citra bersih suatu pemerintahan.

Simmel (1950:316) mengingatkan, ”Betapa pun dusta kerap menghancurkan suatu relasi, sejauh relasi itu ada, dusta merupakan unsur yang melekat di dalamnya.” Peringatan itu mesti menguatkan komitmen kekuasaan pada perwujudan suatu negara yang jujur, bukan malah mewajarkan dusta demi menutupi rahasia persekongkolan korupsi.

ARIF SUSANTO Pengajar di Universitas Paramadina, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com