Jika ketidakpercayaan ini terus berlanjut, perpecahan pun mengancam jika melihat betapa negara ini sangat plural.
Ketiga adalah ketidakstabilan negara. Ketidakpercayaan masyarakat akan berimbas pada ketidakpercayaan daerah-daerah kepada pemerintah pusat yang mengancam persatuan nasional.
Mengapa kepemimpinan kita lemah?
Pertama, setelah reformasi 1998, sesungguhnya tak pernah terjadi regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Elite-elite politik yang berkuasa sebenarnya masih produk-produk lama. Tak ada kerelaan dari mereka untuk menyingkir dari dunia politik. Mereka saling menyandera kepentingan politik masing-masing. Akibatnya, kehadiran mereka bukan sebagai solusi, melainkan justru sebagai pengganggu.
Kita lihat pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini. Begitu banyak orang lama dalam kubunya yang tentunya tidak cukup progresif. Sebaliknya, justru saling menyandera kepentingan SBY sendiri. Pemimpin-pemimpin politik yang lain yang menjadi pesaingnya pun stok lama, seperti Megawati, Prabowo, dan Bakrie. Kondisi tersebut melemahkan SBY sebagai pemimpin.
Kedua, pragmatisme politik lebih ke depan daripada upaya menyelesaikan masalah kebangsaan. Elite-elite politik di DPR lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Terciptalah oligarki politik yang sangat pragmatis, yang bergandengan tangan dengan kepentingan pengusaha. Para elite saling menyandera kepentingan. Kondisi ini membuat SBY terjebak dan tak berdaya. Dan, masyarakat pun kehilangan politisi yang negarawan.
Apa solusi ke depan untuk menghadirkan pemimpin yang tangguh?
Kita dapat memulainya dari upaya penyederhanaan kepartaian kita. Partai politik kita terlalu banyak. Partai politik hanya sibuk bertarung memenangi
Mengapa kita menjadi sangat bergantung pada partai politik untuk menghadirkan pemimpin yang kuat?
Sebenarnya banyak calon pemimpin muda yang potensial di luar partai politik yang ada di Indonesia saat ini. Namun, umumnya calon pemimpin seperti ini tak memiliki dukungan partai politik dan partai politik enggan untuk memilihnya. Padahal, dengan sistem perundangan di Indonesia saat ini, nyaris hanya melalui partai politik para calon pemimpin dapat ikut bertarung menjadi pemimpin di negara ini.