JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung RI mengaku telah maksimal dalam upaya ekstradisi buron terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko S Tjandra. Namun, Pemerintah Papua Nugini (PNG) belum juga menanggapi surat dari Kejagung.
"Khusus upaya masalah ekstradisi Djoko, kami sudah melakukan kordinasi secara maksimal dari pihak Kementerian Luar Negeri dan juga perwakilan kita di sana, namun jawaban dari pemerintah PNG mengatakan bahwa mereka belum melakukan pembahasan secara mendalam," ungkap Wakil Jaksa Agung Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (25/10/2012).
Darmono menegaskan, upaya tersebut terkendala dengan masa transisi pemerintahan baru PNG yang dipimpin Perdana Menteri Peter O'Neil sejak September 2012 lalu. Darmono juga sempat menilai pemerintah PNG tidak merespon surat yang dikirimkan Kejagung secara cepat.
"Kendalanya, pemerintah PNG belum melakukan pembahasan. Kita tidak bisa memaksakan. Itu kan, otoritas negara lain," tandasnya.
Darmono menambahkan, pihaknya telah kembali menyurati PNG. Kejagung pun siap langsung mendatangi PNG jika surat tak juga ditanggapi. "Kita secara aktif akan terus berupaya secara maksimal untuk mengambil langkah-langkah yang dapat kita lakukan. Apakah pihak Indonesia harus segera ke sana atau kita menunggu kunjungan pemerintah PNG? Karena kita juga sudah mengirimi surat untuk kedua kalinya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat segera ada tanggapan," paparnya.
Sebelumnya, Djoko diketahui telah menjadi warga negara Papua Nugini sejak Juni 2012 lalu. Pindahnya kewarganegaraan Djoko diinformasikan oleh Duta Besar Papua Nugini di Indonesia, Peter Ilau, yang mendatangi kantor Kejaksaan Agung.
Menurut Darmono, Djoko diduga kuat memalsukan data permohonan menjadi Warga Negara Papua Nugini. Sebab, persyaratan untuk menjadi warga negara suatu negara harus bebas dari masalah hukum. Kejagung pun telah menyurati pemerintah PNG untuk menanyakan proses pemindahan warga negara tersebut.
Sementara di PNG, Djoko diketahui memiliki sejumlah aset, salah satunya adalah pesawat pribadi. Dalam kasusnya, Djoko Tjandra sempat diputus bebas di pengadilan tingkat pertama dan kasasi. Direktur PT Era Giat Prima ini diputus bersalah pada tingkat peninjauan kembali (PK) 11 Juni 2009.
Mahkamah Agung menyatakan Djoko bersalah. Djoko dihukum dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara. Namun, sehari sebelum putusan Mahkamah Agung (MA), 10 Juni 2009 Djoko diketahui telah melarikan diri meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.
Ikuti berita selengkapnya di topik "DJOKO TJANDRA BURON"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.