Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Tetap Tuntut Klarifikasi Dahlan

Kompas.com - 25/10/2012, 02:44 WIB

Jakarta, Kompas - Kasus hilangnya kesempatan PT PLN untuk berhemat Rp 37,6 triliun harus tetap diklarifikasi. Dahlan Iskan sebagai mantan Direktur Utama PT PLN dan sekarang menjabat Menteri Badan Usaha Milik Negara wajib memberikan klarifikasi tersebut.

”Pemborosan itu harus dipertanggungjawabkan. Namun, hingga sekarang Pak Dahlan selalu menolak hadir dengan berbagai macam alasan,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon, di Jakarta, Rabu (24/10).

Setelah tidak berhasil mendapatkan klarifikasi langsung dari Dahlan Iskan pada rapat dengar pendapat, Senin lalu, semalam Komisi VII DPR pun kembali gagal mendapatkan jawaban dari Dahlan. Rapat semalam dipimpin Effendi Simbolon.

Kehadiran Dahlan diwakili Hari Susetyo Nugroho, Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga Pejabat Sementara Deputi Bidang Infrastruktur dan Logistik Menteri BUMN.

Ketidakhadiran Dahlan Iskan dipersoalkan sejumlah anggota Komisi VII DPR. Menurut Alimin Abdullah, anggota Komisi VII DPR Fraksi PAN, Komisi VII DPR mengundang Dahlan Iskan untuk mengklarifikasi, bukan untuk menggoyang Dahlan Iskan.

”Deputi Kementerian BUMN sama sekali tidak tahu masalah ini karena Dahlan diundang dalam kapasitas sebagai mantan Dirut PT PLN. Dahlan tidak menghargai upaya untuk tata pemerintahan yang bersih. Jangan sampai hal seperti ini terjadi di 141 BUMN di bawahnya,” kata Alimin.

Upaya paksa

Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, mengatakan, perlu upaya paksa untuk mendatangkan Dahlan Iskan ke Komisi VII DPR. ”Pak Dahlan selalu menyuruh deputinya. Ini salah karena yang ingin diklarifikasi adalah saat Pak Dahlan menjabat sebagai Dirut PT PLN, bukan sebagai Menteri BUMN. Terlebih lagi besok DPR sudah reses,” kata Dewi.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun, mengatakan rapat dilakukan karena ada temuan dari BPK.

Hari Susetyo Nugroho menjelaskan, Dahlan Iskan berada di Jambi menghadiri pencanangan kredit mikro bagi pelayaran. ”Acara ini sudah direncanakan jauh-jauh hari,” kata Hari.

Klarifikasi yang diminta Komisi VII DPR adalah batalnya penggunaan gas untuk pembangkit listrik karena tidak ada pasokan gas dari Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Akibatnya, PT PLN menggunakan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkitnya. Penggunaan BBM ini membuat PT PLN tidak bisa menghemat Rp 17,9 triliun pada tahun 2009 dan Rp 19,7 triliun pada tahun 2010. Ketika itu yang menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN adalah Dahlan Iskan.

Saat itu, jika PT PLN tidak menggunakan BBM tidak ada listrik yang bisa dialirkan sehingga pembangunan terhambat. Jika memakai BBM, konsekuensinya biaya produksi menjadi mahal.

BP Migas tidak bisa menyediakan gas untuk PLN karena tidak ada gas tersisa. Pemerintah tidak memprioritaskan PT PLN mendapatkan pasokan gas dari BP Migas. Prioritas mendapat gas saat itu adalah industri pupuk.

Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji mengatakan, apa yang diminta DPR untuk diklarifikasi bukanlah merupakan kerugian. ”Jangan salah ya. Itu bukan kerugian, tetapi kehilangan kesempatan menghemat penggunaan bahan bakar,” kata Nur Pamudji, Senin. (ARN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com