Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan dan Korupsi

Kompas.com - 22/10/2012, 10:07 WIB
Oleh Ani Soetjipto

Pemberitaan media massa dalam setahun terakhir kuyup dengan deretan tersangka korupsi berjenis kelamin perempuan. Mereka dikenal sebagai sosialita, figur publik, dan pemegang jabatan terhormat di institusi pengambilan keputusan negeri ini.

Gejala itu memunculkan hujatan, kecaman, sekaligus mematahkan argumen dan teori yang pernah jadi referensi. Studi Universitas Maryland (1999), Bank Dunia (1999), Transparency International (TI) Kenya (2001), Universitas Queensland (tanpa tahun), dan Ricol, Lasterie & Associatés (2007) menyatakan bahwa perempuan membayar suap lebih jarang dan korupsi akan turun kalau lebih banyak perempuan terwakili di parlemen.

Pada spektrum berbeda tersua studi dan kajian yang menunjukkan temuan berbeda. Penelitian Universitas Sussex (tanpa tahun), Dewan Eropa (2004), TI (2007), dan GTZ (2004) menunjukkan pengaruh jender pada korupsi tak universal dan tak ada hubungan kausalitas antara peningkatan partisipasi perempuan dan penurunan korupsi. Jika akses terhadap kekuasaan dibuka, belum tentu perempuan tak korupsi dan lebih tak korup.

Jender dan korupsi

Kelemahan utama kajian perempuan dan korupsi adalah cara pandang yang melihat perempuan dari identitas jenis kelamin yang homogen. Kategori ini sering dikatakan bersifat esensialis. Identitas jender perempuan sesungguhnya sangat majemuk: kelas sosial, ideologi, afiliasi politik, pendidikan, akses pada sumber daya, kepentingan, dan lain-lain.

Melihat gejala korupsi dan perempuan hanya dari lensa analisis jenis kelamin sungguh sangat menyesatkan. Analisis ini mengasumsikan bahwa perempuan, karena identitas seksualnya secara biologis, di mana pun sama. Maka, mereka akan berperilaku dan berpikir serta mempunyai kepentingan sama.

Dengan lensa ini, hubungan korupsi dan perempuan menghasilkan temuan yang sifatnya esensialis: biasanya dengan menyebut bahwa perempuan lebih bersih, lebih tidak suka menyuap, dan sifat moral yang lebih baik. Kaitan perempuan dan korupsi lewat analisis jender akan lebih menjelaskan gejala ini lebih jernih. Analisis jender selalu melihat relasi antara perempuan dan laki-laki; tak melihat perempuan sebagai identitas jender tunggal. Jender perempuan tidak dengan sendirinya akan selalu menjadi kelompok yang teropresi.

Perempuan dengan kelas sosial tinggi juga bisa lebih opresif terhadap laki laki dan terhadap perempuan dengan kelas sosial yang lebih rendah di jabatan yang sama. Analisis kelas, jender, sosial, maupun analisis politik dibutuhkan ketika kita ingin melihat lebih jernih gejala perempuan dan korupsi di Indonesia.

Jadi, perempuan dan laki laki sama-sama berpotensi menjadi pelaku, aktor korupsi, dan korban perilaku koruptif. Menelisik kasus Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Miranda Goeltom, dan Nunun Nurbaeti, media telah menyajikan beragam modus korupsi yang dituduhkan. Lebih jauh bisa diketahui pemeran utama dan pemeran pembantu dari kasus yang menjerat mereka.

Tidak demokratis

Pola rekrutmen dan nominasi serta promosi di partai politik atas kandidat perempuan masih menunjukkan pola yang tak demokratis dan tak terinstitusiona- lisasi. Ruang korupsi sudah terbuka sejak mereka mengajukan diri menjadi kandidat atau ingin dinominasikan. Ruang korupsi itu terbentang lewat jaringan kekerabatan, modal ekonomi karena kelas sosial yang lebih tinggi, maupun lewat jalur afiliasi organisasi keagamaan, dan jalur kedaerahan. Arena politik yang dibangun lewat patronase politik sangat rentan korupsi.

Di arena politik formal seperti parlemen, perempuan lebih belakangan masuk. Pertimbangannya tak selalu kepentingan perempuan dan kepentingan publik. Namun, juga ada pertimbangan lain: identitas jender beragam dengan kepentingan beragam pula.

Pilihan sebagian besar perempuan dalam institusi politik formal adalah ikut arus. Namun, sebagai pihak yang rentan dalam relasi kuasa yang timpang dan jumlahnya kecil (dalam lembaga politik), perempuan adalah pihak pertama yang dikorbankan melindungi kepentingan politik yang lebih besar, yang berpotensi menjerat pemain utama dalam kasus megakorupsi.

Kita semua sepakat, korupsi adalah kejahatan berat yang harus ditindak tegas. Siapa pun pelakunya, lelaki atau perempuan, layak mendapat hukuman setimpal. Namun, masalah perempuan dan korupsi harus dilihat jernih dan tidak asal menggeneralisasi lewat kasus yang terjadi.

Agenda antikorupsi tak relevan dikaitkan dengan agenda peningkatan representasi perempuan di arena politik. Peningkatan representasi perempuan menyangkut soal HAM dan prinsip keadilan demokrasi. Perempuan penting hadir dalam institusi pengambilan keputusan mewakili kategori kelompok yang jumlahnya sangat besar dengan pengalaman khas yang hanya bisa dipahami sesama perempuan.

Ani Soetjipto Pengajar di FISIP UI; Board Member Indonesian Corruption Watch dan TI Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com