JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menilai pengaktifan kembali Azirwan, korupsi dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan sudah menyalahi rasa keadilan masyarakat. Ia pun menuding instansi pemerintahan yang mengangkatnya tidak konsisten dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Sebenarnya itu sudah menyalahi. Mungkin dia (pemerintah Riau) menilai kalau hukumannya tidak terpenuhi sampai di atas lima tahun. Tapi kalau sudah divonis bersalah, mau satu menit kek, itu tandanya dia sudah korupsi, melakukan perbuatan tercela," ujar Ruhut, Jumat (12/10/2012), di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Anggota Komisi III itu melihat tidak adanya sanksi sosial yang dilakukan dengan menangkat kembali Azirwan menjadi pejabat pemerintahan. "Ini jadinya nggak konsisten dengan upaya pemberantasan korupsi. Seharusnya dia bisa diberikan sanksi sosial. Yang paling bahaya itu kan sanksi sosial," ujarnya.
Lebih lanjut, Ruhut mengaku tak habis pikir dengan sikap Azirwan yang tetap menginginkan kembali ke pemerintahan. "Seharusnya dia punya malu saat kembali jadi pejabat. Kalau tetap mau menjabat, itu sama aja dengan 'muka tembok' namanya," kata Ruhut.
Azirwan, mantan terpidana korupsi dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan, diaktifkan kembali sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu. Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan itu bebas dari tahanan sekitar tahun 2010.
Azirwan dan Al Amin Nasution (waktu itu anggota Komisi IV DPR) ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, pada 8 April 2008. Azirwan divonis 2 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda Rp 100 juta atau subsider tiga bulan penjara.
Azirwan terbukti menyuap Al Amin terkait pembahasan alih fungsi hutan lindung di Bintan pada 2008. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (11/10/2012), mengatakan, PNS yang pernah dipidana terkait kasus korupsi boleh menjadi pejabat karena sampai sekarang belum ada aturan yang melarang hal itu.
Menurut Gamawan, ukurannya kepatutan dan kepantasan saja. Kepala daerah dipersilakan menilai kesalahan PNS itu sebelum menempatkannya kembali sebagai pejabat. "Silakan dinilai Gubernur," ujar Mendagri.
Sebelumnya, Koordinator Bidang Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai promosi itu mencederai hukum dan keadilan.
"Promosi untuk koruptor (Azirwan) di lingkungan pemerintah pada prinsipnya justru menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi dan sekaligus akan mengurangi pemberian efek jera dan sanksi sosial kepada koruptor," kata Emerson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.