Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Nilai Sipol Memberatkan

Kompas.com - 12/10/2012, 02:52 WIB

Jakarta, Kompas - Sejumlah partai politik calon peserta Pemilu 2014 mengeluhkan mekanisme verifikasi dengan menggunakan sistem informasi partai politik. Selain tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, sipol justru memberatkan partai politik.

Pasalnya, dengan menggunakan sistem informasi partai politik (sipol), parpol calon peserta pemilu harus memasukkan sendiri data anggota, kepengurusan, dan sebagainya ke basket data di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Data tersebut dimasukkan secara on-line ke laman sipol yang disiapkan KPU.

Hingga batas akhir waktu penyerahan dokumen untuk verifikasi administrasi parpol pada 15 Oktober 2012 belum ada satu parpol pun yang mampu memenuhi syarat secara lengkap. Parpol umumnya belum mengisi data keanggotaan di sipol (Kompas, 9 Oktober 2012).

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Kamis (11/10), mengatakan, pemasukan data parpol seharusnya menjadi kewajiban KPU sebagai penyelenggara pemilu. Tidak seharusnya parpol yang memasukkan data dalam laman sipol KPU.

Parpol merasa keberatan karena kerap kesulitan saat memasukkan data. ”Jangankan aparat partai, PNS (pegawai negeri sipil) di daerah saja belum semua melek komputer untuk meng-input sipol,” katanya.

Fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, mengatakan, data yang masuk sipol juga kerap berbeda dengan data yang diserahkan parpol dalam bentuk compact disc yang juga diminta KPU. Jumlah pengurus DPP PDI-P di dalam sipol tertulis 714 orang. Padahal, jumlah pengurus DPP PDI-P yang diserahkan ke KPU sebelumnya sebanyak 264 orang dengan jumlah pengurus perempuan sebanyak 90 orang.

Mantan Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu DPR itu khawatir, sistem tersebut justru merugikan parpol calon peserta pemilu. ”Inilah yang kemudian menyebabkan parpol dianggap tidak lolos verifikasi administrasi sementara. Dianggap datanya kurang semua,” katanya.

Selain itu, menurut Arif, tata cara verifikasi administrasi kepengurusan serta keanggotaan parpol dengan menggunakan sipol berpotensi menimbulkan permasalahan hukum. Pasalnya, penggunaan sipol tidak diatur dalam UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.

Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Saleh Husin juga mengatakan, pihaknya sempat keberatan dengan program sipol. Namun, setelah diberi arahan oleh KPU, Partai Hanura mampu mengatasi hambatan-hambatan dalam mengisi sipol.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Denny Tewu berpendapat, tidak lolosnya 34 parpol dalam verifikasi administrasi sementara menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak layak dijalankan. Pasalnya, tidak ada satu pun parpol, termasuk parpol di parlemen yang membuat UU tersebut, yang berhasil melengkapi seluruh persyaratan administrasi.

Karena itu, PDS bersama sejumlah parpol lain akan kembali mengajukan uji materi UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka akan meminta MK untuk tidak memberlakukan UU Nomor 8 Tahun 2012 dan mengembalikan ke UU sebelumnya, yakni UU Nomor 10 Tahun 2008. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com