Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Jokowi-Basuki di Kampung Pulo

Kompas.com - 11/10/2012, 17:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir. Mungkin menjadi kata yang tak asing lagi bagi warga di Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur. Jika wilayah Bogor dilanda hujan deras, rutinitas memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih tinggi pun dilakukan. Bertahun-tahun, mereka melakukan hal tersebut. Seperti yang terjadi pada Kamis (11/10/2012) subuh tadi. Tak ada hujan atau angin, rumah di sepanjang bantaran Kali Ciliwung terendam air dengan ketinggian 50 centimeter atau selutut orang dewasa. Beruntung, air tak semakin tinggi dan merendam ratusan rumah lain di belakangnya.

"Kalau ini mah kami bilang becekan doang. Di sini, banjir yang gede banget itu tahun 1996, 2002 dan 2007, itu airnya sampai atas atap rumah. Kalau begini biasa," ujar Nurseha (48), warga RT 13 RW 03, Kampung Pulo saat Kompas.com mencoba menelusuri gang demi gang yang sempit di daerah tersebut.

Rumah Nurseha sendiri, berada hanya sekitar 10 meter dari bibir kali. Seperti Asmunah, ratusan warga yang berada di sekitarnya pun tak nampak melakukan persiapan khusus. Warga tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Menunggu pengumuman ketinggian air di Bendungan Katulampa, memindahkan barang-barang dan pasrah banjir melanda.

"Paling juga barang-barang dinaikkan ke meja, kalau air sudah sampai meja, dinaikkan lagi ke lemari. Kalau semakin tinggi, ditaruh di lantai dua," kata wanita yang selama seumur hidupnya, tinggal di Kampung Pulo tersebut.

Hal senada dikatakan Asmunah (65), tetangga Nurseha. Menurut dia, banjir di kampung tempat dirinya dilahirkan tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Kampung Pulo, termasuk dirinya. Oleh sebab itu, warga tak risau. Wanita asli Betawi yang membuka usaha warung di depan rumahnya itu juga berharap, siklus banjir lima tahunan Jakarta tak terjadi di tahun ini.

"Tahun ini kan soalnya pas lima tahun setelah banjir gede tahun 2007. Semoga saja nggak sampai atas lagi lah insya Allah," ujarnya.

Menolak Pindah ke 'Kandang Burung'

Tampuk kepemimpinan Ibu Kota Jakarta berganti lewat pesta demokrasi lima tahunan. Fauzi Bowo dan Prijanto tak lagi menjadi orang nomor satu di DKI. Seluruh permasalahan Jakarta, termasuk banjir di Kampung Pulo pun berpindah ke tangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Dalam kampanye programnya beberapa waktu lalu, gubernur dan wakil gubernur terpilih tersebut menggembar-gemborkan rumah susun sebagai pilihan para korban banjir di Ibu Kota. Lalu, apa tanggapan Nurseha dan Asmunah?

"Nggak deh. Kayak kandang burung. Saya kan orang sini asli, masa pindah dari kampung sendiri. Kalau mau mendingan Pak Jokowi buat tanggul deh, biar nggak masuk airnya," ujar Nurseha.

"Percuma, sudah berapa kali ganti gubernur mulai dari Ali Sadikin sampai Fauzi Bowo, warga Kampung Pulo nggak ada yang mau pindah ke rumah susun. Lagian kami juga juga sudah biasa," kata Asmunah.

Hampir semua rumah warga Kampung Pulo, memiliki dua lantai. Struktur demikian, dikatakan Nurseha dan Asmunah, merupakan langkah antisipasi jika sewaktu-waktu banjir melanda. Hal itu menjadi salah satu faktor, warga enggan pindah ke rumah susun dan tetap memilih hidup di Kampung Pulo, kampung banjir.

Berita terkait dapat diikuti di topik : Pilkada.kompas.com

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com