JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta menunjukkan komitmennya dalam mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yudhoyono diminta bertindak tegas atas upaya pelemahan KPK. Permintaan tersebut disampaikan para mahasiswa dari Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (1/10/2012).
Puluhan mahasiwa itu mendatangi gedung KPK untuk menyampaikan dukungan terhadap lembaga antikorupsi tersebut.
"Presiden sudah harus bersikap, menunjukkan nasionalisme, karena KPK dipertahankan itu bentuk nasionalisme," kata Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Djihadul Mubarak.
Para mahasiswa itu meminta Presiden Yudhoyono tegas menolak pemangkasan kewenangan KPK. Djihadul mengatakan, pihaknya melihat gelagat pelemahan fungsi dan kewenangan KPK melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Alasan-alasan yang disampaikan DPR untuk merevisi itu hanya kamuflase. Pada prinsipnya rakyat menghendaki KPK, maka kita dukung," ujarnya.
Menurut dia, KPK perlu didukung karena selama ini terbukti hanya KPK yang memiliki taring dalam penegakan hukum.
"Kejaksaan, kepolisian ada, tapi sampai saat ini taringnya belum ditumbuhkan," tambah Djihadul.
Mereka juga meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhenti menyuarakan revisi UU KPK ini. Djihadul mengatakan, revisi undang-undang tersebut belum diperlukan. Bahkan, dia mengatakan lebih baik DPR yang dibubarkan daripada UU KPK direvisi.
"Saat ini rakyat sudah tahu persis mana yang peduli dan mana yang pro. KPK sudah disukai dan didukung rakyat. Maka bubarkanlah DPR yang justru hanya jadi wadah tumbuh berkembangnya praktek korupsi," ucapnya.
Masih di Gedung KPK, para ulama dan sejumlah tokoh kampus dari Surakarta, Jawa Tengah, juga meminta Presiden turun tangan. Mereka akan mengirimkan surat kepada Presiden dan DPR.
"Harapan besar kepada Bapak Presiden, segera ikut campur adanya polemik pelemahan lembaga KPK ini," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta Zainal Arifin Adnan.
Seperti diketahui, situasi yang dihadapi KPK semakin sulit setelah KPK berselisih dengan Polri. Sejak KPK mengintensifkan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, hubungan KPK dan Polri menjadi tidak nyaman. Begitu KPK menangani kasus Korlantas, Polri pun mengusut kasus sama, bahkan tersangkanya pun sama, kecuali mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo yang hanya dijadikan tersangka oleh KPK.
Belum selesai masalah itu, kepolisian menarik 20 penyidiknya dari KPK. Ditambah lagi, sebagian anggota Komisi III DPR berencana merevisi UU KPK yang beberapa poin draf revisinya berpotensi melemahkan KPK.
Berita terkait KPK dan dinamika yang terjadi dapat diikuti dalam topik:
Revisi UU KPK
KPK Krisis Penyidik
Dugaan Korupsi Korlantas Polri