Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda Goeltom: Saya Kaget

Kompas.com - 28/09/2012, 06:02 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 10 juta serta harus membayar kerugian negara Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Seusai sidang, Miranda kembali ke tahanan KPK walau sebelumnya telah berkemas-kemas.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (27/9), majelis hakim yang diketuai Gusrizal berkeyakinan, Miranda terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Vonis hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp 150 juta.

Namun, vonis itu membuat kaget Miranda. Ia berharap bebas karena banyak fakta yang, menurut dia, meringankan dirinya. ”Seluruh hadirin, saya ingin menyatakan, saya kaget, saya tidak menyangka, saya tahu saya tidak berbuat apa-apa, dan Tuhan tahu saya tidak berbuat apa-apa. Maka, saya akan naik banding,” ujarnya seusai pembacaan vonis.

Sebelum menghadapi putusan hakim, Miranda sempat berkemas dari Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pakaian dan barang-barang pribadinya diambil oleh kerabatnya dari Rutan KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK sejak awal yakin majelis hakim pengadilan tipikor akan menghukum Miranda. ”Mungkin Miranda sejak awal yakin bebas, tetapi, sebaliknya, kami yakin hakim akan melihat fakta-fakta yang ada,” kata Johan.

Sampai ada keputusan hukum tetap, menurut Johan, Miranda masih akan ditahan di Rutan KPK. ”Tidak ada perubahan apa- apa terhadap perlakuan kepada Miranda di rutan. Sampai dengan inkracht, Miranda masih ditahan di Rutan KPK. Statusnya sebagai terdakwa yang memohon banding,” katanya.

Hakim berpendapat, Miranda bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dalam dakwaan pertama.

Keyakinan hakim didukung fakta yang terungkap di pengadilan, yaitu sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda bertemu dengan anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan anggota Fraksi TNI/ Polri.

Unsur penyertaan atau turut serta melakukan tindak pidana juga terbukti karena sebelum uji kelayakan dan kepatutan, atas perintah Nunun, saksi Arie Malangjudo memberikan kantong berisi cek perjalanan kepada perwakilan Fraksi PDI-P, PPP, Golkar, dan TNI/Polri di DPR.

Meski Nunun membantah memerintahkan Arie, saksi Ngatiran mengaku mengambil kantong kertas dari ruang Nunun untuk diberikan kepada Arie. ”Pengertian turut serta, terdakwa dan saksi- saksi bekerja secara sadar. Tidak perlu terdakwa melakukan sendiri perbuatan tindak pidana,” kata hakim.

Penasihat hukum Miranda, Andi F Simangunsong, memprotes keras vonis hakim. Ia mengatakan, fakta-fakta persidangan tidak diperhatikan cermat. ”Putusan hakim tidak konsisten,” katanya. Dody S Abdulkadir, penasihat hukum Miranda lainnya, mengaku prihatin dengan pengabaian fakta materiil di persidangan. (AMR/BIL)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com